REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia menilai Nilai Tukar Petani (NTP) Juli 2020 pada level 100,09 yang mengalami kenaikan 0,49 persen dibandingkan bulan lalu, belum merefleksikan kondisi sepenuhnya petani Indonesia. Berdasarkan rilis BPS, kenaikan NTP Juli 2020 dipengaruhi oleh naiknya NTP di beberapa subsektor, yakni tanaman perkebunan rakyat (1,76 persen), peternakan (1,68 persen), dan perikanan (0,69 persen).
Sekretaris Umum Serikat Petani Indonesia, Agus Ruli Ardiansyah menjelaskan kenaikan NTP pada subsektor tanaman perkebunan dipengaruhi oleh kenaikan di komoditas sawit dan karet. Meskipun begitu, laporan dari para petani anggota menyebutkan kenaikan tersebut belum sepenuhnya menguntungkan bagi petani.
"Bahkan, di Sumatera Utara masih ada harga yang di bawah Rp 1.000 per kg nya. Ini dipengaruhi faktor tidak meratanya infrastruktur, khususnya untuk mengangkut hasil panen," kata Agus Ruli di Jakarta, Jumat (7/8).
Kendati secara total NTP Juli 2020 mengalami kenaikan, terdapat NTP di beberapa subsektor yang mengalami penurunan, yakni subsektor tanaman pangan mengalami penurunan sebesar 0,25 persen dan subsektor hortikultura mengalami penurunan sebesar 0,74 persen.
Ruli menjelaskan beberapa daerah yang sedang panen raya menyebabkan subsektor tanaman pangan, seperti gabah, beras, jagung, dan ketela mengalami penurunan harga.
Menurut Ruli, persoalan rendahnya harga di tingkat petani ketika musim panen merupakan masalah klasik yang harusnya bisa dihindari. Ia menilai distribusi lahan melalui program reforma agraria dan diversifikasi pangan justru lebih tepat untuk segera dilaksanakan saat ini.
Selain itu, pemerintah dapat menyerap hasil produksi petani dengan harga yang layak sehingga dapat mendongkrak NTP petani, khususnya di subsektor tanaman pangan dan hortikultura yang mengalami penurunan.
"Pemerintah dapat mendorong apakah itu Bulog atau juga koperasi-koperasi pangan milik petani untuk membantu menyerap hasil panen saat ini," kata Agus Ruli.