REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nasib para pekerja bus Metro Mini kini terlantar akibat PT Metro Mini telah menghentikan operasionalnya sejak 2019. Penyebab penghentian operasional selain kendaraan yang dinilai tak laik jalan, kondisi manajemen juga tidak beres. Alhasil proses integrasi bus Metro Mini agar bisa di bawah naungan PT Transjakarta tidak pernah terwujud.
Salah seorang pekerja Metro Mini, Yana (63 tahun) mengaku, terpaksa harus menjadi pemulung demi bertahan di Ibu Kota. Sudah setahun lamanya Yana menunggu ketidakpastiaan dari manajemen Metro Mini untuk diberdayakan agar terintegrasi dengan Transjakarta.
"Saya dulu nyuci mobil, terus ikut jadi kernet. Sekarang karena enggak ada kerjaan jadi pemulung barang rongsokan," kata Yana di Jakarta Timur pada Jumat (7/8).
Dalam sehari, ia bisa mencuci tak kurang dari lima bus dengan tarif Rp 10 ribu setiap kendaraan. Kondisi perekonomiannya tercukupi meski hanya mengantungkan pekerjaan yang memberikan pendapatan setidaknya Rp 50 ribu per hari. "Dulu masih alhamdulillah. Karena kan sehari bisa nyuci lima sampai 10 bus. Ada juga tambahan kalau saya ikutan narik," ujar Yana mengenang pengalaman manis beberapa tahun lalu.
Kemudian, penghasilannya anjlok sejak Metro Mini tidak lagi beroperasi. Hal itu lantaran manajemen PT Metro Mini yang diajak bergabung dengan PT Transjakarta dengan mengikuti layanan yang ditetapkan, tak kunjung bisa memenuhi standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan.
Sejak saat itu, ia terpaksa menjadi pemulung, mencari barang rongsokan di sekitar Cakung, Jakarta Timur. "Penghasilannya sekarang enggak menentu. Dapat Rp 15 ribu per pekan juga belum tentu," kata Yana.
Kendati menjadi pemulung, Yana tetap semangat menjalani hidup. Dia berharap agar permasalahan dalam internal manajemen PT Metro Mini dapat terselesaikan. Sehingga, ia dan pekerja lainnya bisa kembali menarik penumpang dan memperoleh pendapatan tetap.
Salah satu perusahaan milik swasta di bidang jasa transportasi, PT Metro Mini telah menghentikan operasionalnya sejak 2019. Salah seorang pemilik saham PT Metro Mini, Yutek Sihombing mengatakan, kondisi manajemen perusahaan sangat berantakan. Beberapa permasalahan yang membelit perusahaan menyebabkan tak bisa bergabung di bawah naungan PT Transjakarta.
"Direktur utama perusahaan kami ini selalu bekerja sendiri tanpa melibatkan para komisaris dan pemilik saham. Termasuk melakukan RUPSLB (rapat umum pemegang saham luar biasa)," kata Yutek, Jumat.