Ahad 09 Aug 2020 17:40 WIB

Perdana Menteri Lebanon Minta Pemilu Parlemen Dipercepat

Krisis di Lebanon memburuk setelah ledakan yang mengguncang Beirut

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Rakyat Lebanon memegang plakat selama protes setelah ledakan, di Beirut, Lebanon, 08 Agustus 2020. Orang-orang berkumpul untuk melakukan apa yang disebut
Foto: EPA-EFE/Nabil Mounzer
Rakyat Lebanon memegang plakat selama protes setelah ledakan, di Beirut, Lebanon, 08 Agustus 2020. Orang-orang berkumpul untuk melakukan apa yang disebut

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab mengatakan dia akan meminta agar pemilu parlemen diselenggarakan lebih awal. Menurutnya, hal itu diperlukan guna meredakan krisis yang memburuk pasca-insiden ledakan yang mengguncang Beirut.

"Kita tidak bisa keluar dari krisis ini tanpa pemilihan parlemen yang lebih awal," kata Diab dalam pidato yang disiarkan televisi pada Sabtu (8/8), dikutip laman Aljazirah.

Baca Juga

Diab menilai, penyelenggaraan pemilu parlemen lebih awal, demonstrasi memprotes ledakan Beirut dapat diredam. "Pada hari Senin (10/8), saya akan mengusulkan kepada kabinet rancangan undang-undang untuk pemilu  parlemen awal," ujarnya.

Dia meminta semua partai politik untuk mengesampingkan dulu ketidaksepakatan mereka. Ribuan warga Lebanon melakukan demonstrasi menuntut perubahan rezim pada Sabtu. Unjuk rasa itu merupakan buntut dari peristiwa ledakan yang mengguncang Beirut pada Selasa (4/8) lalu. Sekitar 10 ribu orang berkumpul di Martyrs Square sambil meneriakkan slogan anti-pemerintah. Para demonstran menuntut para politisi mengundurkan diri dan dihukum karena kelalaian mereka menyebabkan terjadinya ledakan di Beirut.

“Kami tinggal di sini. Kami menyerukan rakyat Lebanon untuk menduduki semua kementerian,” kata seorang orator. Sekelompok massa kemudian bergerak ke Kementerian Luar Negeri Lebanon. Mereka membakar foto Presiden Michel Aoun.

Para pengunjuk rasa pun merangsek gedung kementerian ekonomi dan energi Lebanon. “Rakyat menginginkan jatuhnya rezim,” kata massa bersorak. Saat menerikkan kata-kata demikian, mereka pun mengusung poster bertuliskan “Pergi, kalian semua pembunuh”.

Dalam aksinya, massa pun meminta agar negara-negara tak memberikan bantuan kepada Lebanon menyusul ledakan di Beirut. “Kami tidak ingin pemerintah mana pun membantu kami. Uang akan masuk ke kantong para pemimpin kita,” ujar demonstran bernama Mahmoud Rifai.

Ledakan di Beirut berasal dari sebuah gudang berisi 2.750 ton amonium nitrat, bahan kimia yang digunakan untuk memproduksi pupuk dan bahan peledak. Presiden Lebanon Michel Aoun menyebut amonium nitrat telah berada di gudang tersebut selama enam tahun. Tak ada langkah pengamanan yang diterapkan setelah bahan kimia itu disita. Pemerintah telah berjanji menyelidiki masalah itu dan menyeret para pihak yang bertanggung jawab. Ledakan di Beirut menyebabkan 158 orang tewas dan lebih dari 6.000 lainnya terluka.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement