REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Menteri Informasi Lebanon Manal Abdel Samad mengundurkan diri dari jabatannya pada Ahad (9/8). Hal itu dia lakukan setelah ribuan warga Lebanon menggelar demonstrasi menuntut perubahan rezim menyusul terjadinya ledakan di Beirut.
"Setelah bencana besar di Beirut, saya mengumumkan pengunduran diri saya dari pemerintah," kata Samad dalam sebuah pernyataan, dikutip laman the Guardian. Dia pun meminta maaf kepada publik Lebanon karena mengecewakan mereka.
Ribuan warga Lebanon melakukan demonstrasi menuntut perubahan rezim pada Sabtu (8/8). Unjuk rasa itu merupakan buntut dari peristiwa ledakan yang mengguncang Beirut pada Selasa (4/8) lalu. Sekitar 10 ribu orang berkumpul di Martyrs Square sambil meneriakkan slogan anti-pemerintah. Para demonstran menuntut para politisi mengundurkan diri dan dihukum karena kelalaian mereka menyebabkan terjadinya ledakan di Beirut.
“Kami tinggal di sini. Kami menyerukan rakyat Lebanon untuk menduduki semua kementerian,” kata seorang orator. Sekelompok massa kemudian bergerak ke Kementerian Luar Negeri Lebanon. Mereka membakar foto Presiden Michel Aoun.
Para pengunjuk rasa pun merangsek gedung kementerian ekonomi dan energi Lebanon. “Rakyat menginginkan jatuhnya rezim,” kata massa bersorak. Saat meneriakkan kata-kata demikian, mereka pun mengusung poster bertuliskan “Pergi, kalian semua pembunuh”.
Dalam aksinya, massa pun meminta agar negara-negara tak memberikan bantuan kepada Lebanon menyusul ledakan di Beirut. “Kami tidak ingin pemerintah mana pun membantu kami. Uang akan masuk ke kantong para pemimpin kita,” ujar demonstran bernama Mahmoud Rifai.
Aksi itu mendapat pengawalan dari militer. Kendaraan dilengkapi senapan mesin berkeliling di sekitar tempat demonstrasi. “Sungguh tentara ada di sini? Apakah Anda di sini untuk menembak kami? Bergabunglah dengan kami dan kami bisa bersama-sama melawan pemerintah,” teriak seorang demonstran perempuan.
Demonstrasi tersebut pada akhirnya berujung ricuh. Aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke kerumunan massa. Para demonstran kemudian membalas dengan melemparkan batu dan petasan.
Menurut Palang Merah Lebanon, sebanyak 177 orang terluka akibat bentrokan. Sebanyak 55 di antaranya harus menjalani perawatan di rumah sakit. Merespons demonstrasi tersebut, Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab mengatakan satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi krisis adalah dengan mempercepat pemilu parlemen.
Ledakan di Beirut berasal dari sebuah gudang berisi 2.750 ton amonium nitrat, bahan kimia yang digunakan untuk memproduksi pupuk dan bahan peledak. Michel Aoun menyebut amonium nitrat telah berada di gudang tersebut selama enam tahun. Tak ada langkah pengamanan yang diterapkan setelah bahan kimia itu disita. Pemerintah telah berjanji menyelidiki masalah itu dan menyeret para pihak yang bertanggung jawab. Ledakan di Beirut menyebabkan 158 orang tewas dan lebih dari 6.000 lainnya terluka.