Ahad 09 Aug 2020 22:44 WIB

Keuntungan Raksasa Minyak Arab Saudi Turun 73,4 Persen

Covid-19 mengurangi permintaan minyak mentah, gas alam, dan produk minyak bumi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Karta Raharja Ucu
Pejabat perusahaan minyak Arab Saudi, Aramco, tengah memeriksa sebuah pengeboran minyak di Arab Saudi.
Foto: AP
Pejabat perusahaan minyak Arab Saudi, Aramco, tengah memeriksa sebuah pengeboran minyak di Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Laba raksasa minyak Saudi Aramco anjlok 73,4 persen pada kuartal kedua tahun ini. Penurunan permintaan maupun harga negeri akibat pandemi Covid-19 menghantam penjualan di eksportir minyak terbesar dunia tersebut.

Seperti dilansir di Reuters, Ahad (9/8), Aramco masih berencana membayar dividen senilai 75 miliar dolar AS pada 2020. Perusahaan yang baru terdaftar di lantai bursa Riyadh tahun lalu dengan rekor flotasi 29,4 miliar dolar AS itu menyebutkan, penyebaran virus yang cepat telah secara signifikan mengurangi permintaan minyak mentah, gas alam dan produk minyak bumi.

Semua perusahaan minyak besar sedang terpukul pada kuartal kedua. Kebijakan lockdown untuk menekan tingkat penyebaran virus corona telah mengurangi konsumsi minyak dan menyebabkan harga jatuh ke level terendah yang tidak pernah terjadi dalam dua dekade.

CEO Aramco Amin Nasser pun menilai adanya pemulihan parsial di pasar energi dan peningkatan permintaan seiring dengan pembukaan ekonomi secara bertahap setelah lockdown di beberapa negara. Nasser menyebutkan, salah satu negara yang mulai menunjukkan tanda pemulihan adalah Cina.

Permintaan bensin dan solar Negeri Tirai Bambu diklaimnya hampir mencapai level sebelum Covid-19. Negara-negara lain di Asia pun menunjukkan tren serupa.

"Saat negara-negara mengurangi pembatasan, kami memperkirakan permintaan akan meningkat," tuturnya kepada wartawan setelah mengumumkan hasil kuartalan perusahaan.

photo
Salah satu pengeboran minyak milik Saudi Aramco. - (NET)

Meski tekanan terus dirasakan, Aramco tetap berkomitmen membayarkan dividen tahun ini senilai 75 miliar dolar AS. Untuk kuartal kedua, Aramco berencana membayar dividen sebesar 18,75 miliar dolar AS terlebih dahulu. Namun, Nasser mengatakan, kebijakan ini dilakukan tergantung pada persetujuan dewan dan kondisi pasar. Seperti diketahui, dividen Aramco berperan penting dalam membantu pemerintah Saudi mengelola defisit fiskal.

Pada 2020, laba bersih Aramco turun menjadi 24,6 miliar riyal (6,57 miliar dolar AS) pada periode Maret sampai Juni, dari 92,6 miliar riyal (24,7 miliar dolar AS) pada periode yang sama pada tahun lalu. Aramo memperkirakan, belanja modal perusahaan tahun ini akan berada pada kisaran 25 miliar dolar AS hingga 30 miliar dolar AS.

Realisasi laba bersih Aramco lebih rendah dibandingkan rata-rata perkiraan tiga analis, 31,3 miliar riyal (8,35 miliar dolar AS). Cash flow bebas Aramco masing-masing mencapai 61,1 miliar dolar AS pada kuartal kedua dan 21,1 miliar dolar AS pada paruh pertama 2020. Nilai ini turun signifikan dibandingkan 20,6 miliar dolar AS dan 38,0 miliar dolar AS pada periode yang sama pada tahun lalu.

Kepala penelitian di Al Rajhi Capital, Mazen al-Sudairi, menjelaskan, Aramco lebih kokoh dibandingkan rekan-rekan global lainnya. “Ini adalah kuartal terburuk dalam sejarah modern industri minyak. Bertahan di angka yang sehat menunjukkan prospek yang sangat positif,” ujarnya.

'Kesehatan' Aramco tergambarkan dari komitmen perusahaan untuk membayar dividen. Rekan Aramco, BP, berencana memotong dividen untuk pertama kalinya dalam satu dekade, setelah mengalami rekor kerugian kuartal kedua. Sementara itu, Royal Dutch Shell memotong dividen pada April, pertama kalinya sejak Perang Dunia II.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement