REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Jumlah perusahaan Inggris yang berencana memangkas jumlah pegawainya pada Juni 2020 lima kali lebih tinggi dibandingkan pada bulan yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini menjadi pertanda buruk dari dampak ekonomi akibat Covid-19.
Laporan BBC menunjukkan 1.778 perusahaan memberi tahu pemerintah tentang rencana pemutusan hubungan kerja 139 ribu karyawan. Setahun sebelumnya, angka tersebut adalah 345 perusahaan dengan total 24 ribu orang yang harus kehilangan pekerjaan.
Pemilik bisnis diharuskan memberi tahu Layanan Kepailitan jika berencana memangkas 20 pekerjaan atau lebih. Selama pandemi, pemerintah telah membayar gaji hampir 10 juta pekerja yang cuti. Para ekonom memperkirakan lonjakan pengangguran saat program itu berakhir pada Oktober.
Ekonomi Inggris menyusut lebih dari 20 persen pada paruh pertama 2020 meskipun ada tanda-tanda pemulihan. Bank of England mengatakan ekonomi 2020 akan berakhir dengan 9,5 persen lebih kecil dari awal tahun.
Selain masalah pengangguran yang meningkat, Inggris pun berhadapan dengan jadwal masuk anak sekolah. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan pemerintah memiliki kewajiban moral untuk memastikan anak-anak kembali ke sekolah bulan depan.
"Menutup sekolah kami lebih lama dari yang benar-benar diperlukan tidak dapat ditoleransi secara sosial, tidak dapat dipertahankan secara ekonomi, dan secara moral tidak dapat dipertahankan," ujar Johnson.
Sebagian besar siswa tidak masuk ruang kelas sejak Inggris memberlakukan karantina pada Maret. Beberapa anak usia sekolah dasar telah kembali. Sebagian besar sekolah Inggris memulai semester baru pada awal September, tetapi sekolah di Skotlandia mulai buka kembali pekan ini.