Senin 10 Aug 2020 09:15 WIB

Permintaan Turun, Raksasa Minyak Pangkas Produksi

Lima perusahaan besar memangkas nilai aset mereka hampir 50 miliar dolar AS.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Ilustrasi Kilang Minyak. Lima perusahaan minyak terbesar dunia secara kolektif memangkas nilai aset mereka hampir 50 miliar dolar AS pada kuartal kedua.
Foto: Reuters/Shamil Zhumatov
Ilustrasi Kilang Minyak. Lima perusahaan minyak terbesar dunia secara kolektif memangkas nilai aset mereka hampir 50 miliar dolar AS pada kuartal kedua.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Lima perusahaan minyak terbesar dunia secara kolektif memangkas nilai aset mereka hampir 50 miliar dolar AS pada kuartal kedua. Mereka juga memangkas tingkat produksi karena pandemi Covid-19 telah menyebabkan penurunan drastis terhadap harga bahan bakar maupun permintaannya.

Tidak hanya pangkas produksi, lima perusahaan besar juga memangkas pengeluaran modal sebesar 25 miliar dolar AS pada kuartal pertama dan kedua. Mereka adalah Exxon Mobil, BP, Chevron Corp, Royal Dutch Shell dan Total SA.

Baca Juga

Pengurangan dramatis pada valuasi aset dan penurunan output menunjukkan, betapa 'sakitnya' kuartal kedua. Seperti dilansir Reuters, Ahad (9/8), permintaan bahan bakar turun lebih dari 30 persen di seluruh dunia dan masih tetap berada di bawah tingkat pra-pandemi Covid-19.

Beberapa eksekutif mengatakan, mereka melakukan pengurangan besar-besaran karena memperkirakan permintaan akan tetap terganggu selama beberapa kuartal lagi. Prediksi ini disebabkan orang-orang akan lebih jarang bepergian dan menggunakan sedikit bahan bakar karena pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung menyebabkan tewasnya lebih dari 700 ribu orang.

Dari lima perusahaan tersebut, hanya Exxon Mobil yang tidak mengalami penurunan nilai cukup besar. Tapi, evaluasi ulang yang sedang dilakukan perusahaan terhadap rencananya ini dapat menyebabkan ‘porsi signifikan’ dari asetnya mengalami penurunan nilai. Rencana tersebut juga menggambarkan penghapusan 20 persen atau 4,4 miliar barel cadangan minyak serta gas.

Sebaliknya, BP mengalami kerugian 17 miliar dolar AS. Pihaknya berencana memusatkan kembali pengeluarannya pada tahun-tahun mendatang untuk sektor di sekitar energi terbarukan dan lebih sedikit pada minyak maupun gas alam.

Direktur pelaksana di Konsultan Alarez & Marsal, Lee Maginniss, menyebutkan, permintaan yang lemah menandakan produsen minyak kini harus meninjau kembali rencana bisnis. Tujuan rencana baru harus difokuskan untuk mendorong kegiatan-kegiatan yang menghasilkan uang tunai melebihi biaya overhead (biaya yang tidak dapat dikaitkan langsung dengan produksi suatu produk atau jasa).

"Perusahaan pasti menggunakan mode produksi berbiaya rendah sampai akhir 2021 dan hingga 2022, sembari menyusun rencana pengembangan baru," kata Maginniss.

Sebelumnya, BP yang berbasis di London menyatakan rencananya untuk memangkas keseluruhan produksi sekitar 1 juta barel setara minyak (boepd) pada akhir 2030 dari 3,6 juta boepd saat ini.

Dari lima perusahaan minyak besar dunia, Exxon merupakan produsen terbesar dengan produksi harian 3,64 juta boepd. Tapi, produksinya turun 408 ribu boepd antara kuartal pertama dengan kedua.

Produksi minyak mentah di seluruh dunia turun tajam setelah pasaran jatuh pada April. Organisasi Negara Pengekspor Minyak yang dipimpin oleh Arab Saudi, bersama dengan sekutunya seperti Rusia, setuju untuk memangkas produksi hampir 10 juta barel per hari untuk menyeimbangkan antara pasokan dengan permintaan di pasar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement