REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Kelompok Taliban mengatakan siap mengadakan pembicaraan damai dengan Pemerintah Afghanistan. Hal itu disampaikan setelah Afghanistan membebaskan 400 tahanan Taliban.
"Sikap kami jelas, jika pembebasan tahanan selesai, maka kami siap untuk pembicaraan intra-Afghanistan dalam seminggu," kata juru bicara Taliban Suhail Shaheen pada Senin (10/8), dikutip laman Al Arabiya.
Dia menyebut putaran pertama pembicaraan intra-Afghanistan akan dilakukan di Doha, Qatar. Kesepakatan perdamaian yang dicapai Taliban dan Amerika Serikat (AS) pada Februari lalu pun berlangsung di kota tersebut.
Pada Ahad (9/8) lalu, majelis Afghanistan telah menyetujui pembebasan sekitar 400 tahanan Taliban. Hal itu dilakukan guna memperlancar proses pembicaraan damai di negara tersebut. "Untuk menghilangkan rintangan memulai pembicaraan damai, menghentikan pertumpahan darah, dan untuk kebaikan publik, jirga (majelis tradisional tetua suku Afghanistan) menyetujui pembebasan 400 tahanan seperti yang diminta oleh Taliban," kata seorang anggota yang menghadiri pertemuan tersebut.
Menurut resolusi yang disahkan loya jirga, setiap warga negara asing di antara tahanan harus diserahkan ke negara asalnya. Loya jirga merupakan pertemuan tradisional tetua suku Afghanistan dan pemangku kepentingan lainnya yang terkadang diadakan untuk memutuskan masalah kontroversial. “Keputusan loya jirga telah menghilangkan alasan dan hambatan terakhir dalam perjalanan menuju perundingan damai. Kami berada di ambang pembicaraan damai, ” kata Abdullah Abdullah, tokoh yang ditunjuk Pemerintah Afghanistan untuk memimpin perundingan dengan Taliban.
Sejalan dengan perjanjian perdamaian AS-Taliban, Pemerintah Afghanistan diminta membebaskan 5.000 tahanan Taliban. Sebagai balasannya, Taliban akan melepaskan seribu pasukan keamanan pemerintah. Hal itu menjadi syarat jika pemerintah ingin meluncurkan negosiasi intra-Afghanistan.
Namun, proses pertukaran tahanan berjalan lamban dan akhirnya terhenti pada Mei lalu. Hal itu kemudian dibarengi melonjaknya aksi kekerasan oleh milisi Taliban. Menurut sumber resmi, Pemerintah Afghanistan menahan sekitar 12-15 ribu milisi, termasuk mereka yang berasal dari Pakistan, Asia Tengah, dan negara-negara Teluk. Sementara itu, tak ada data pasti perihal berapa jumlah pasukan yang ditahan Taliban.