REPUBLIKA.CO.ID, Lobi Yahudi di Amerika Serikatsangat perkasa mencengkeram serta mengkontrol pemberitaan media massa untuk kepentingan zionisme. Sehingga apabila ada media massa yang kritis serta objektif, apa adanya, dalam pemberitaan tentang Palestina dan umumnya dunia Islam, langsung dijuluki antisemitik atau anti-Israel.
Minimal ada tiga hal besar yang dilakukan media massa yang jadi kaki tangan gerakan zionis, yaitu: Pertama, penciptaan newspeak. Rasionalitas manusia sangat dipengaruhi oleh pemaknaan kata yang digunakannya. Namun, menurut Noam Chomsky, rasionalitas manusia tersebut telah dikontrol oleh kekuasaan raksasa.
Pikiran manusia telah dikontrol melalui penggunaan kata-kata dan pemberian makna tertentu melalui the American ideological system berbentuk berita dan informasi. Nama arsip dalam memori kognitif manusia telah direkayasa secara tidak langsung untuk memproduksi kata atau ungkapan baru yang diberikan makna yang tendensius. Kata-kata yang membanjiri kesadaran manusia itu disebut newspeak.
Sejumlah newspeak diproduksi untuk membatasi pandangan manusia tentang realitas. Sekarang manusia punya dua dunia: dunia real dan dunia newspeak. Kita punya kamus yang dikeluarkan penerbit adikuasa.
Chomsky mengajak untuk membaca ulang kamus itu. Sebagai contoh, proses perdamaian berarti usulan perdamaian yang diajukan Amerika Serikat. Usulan negara-negara Arab kerap disebut penolakan.
Makna kata penolakan dan usulan dipermainkan dan didefinisikan menurut kepentingannya, padahal keduanya sama. Dengan pengendalian makna kata tersebut, akan lahir rasa simpatik pada Amerika Serikat karena bersusah payah menciptakan perdamaian sekaligus membenci masyarakat Arab yang menolak perdamaian.
Jadi, bila menerima usulan Amerika Serikat maka disebut moderat, namun bila menolak maka disebut ekstrimis. Ketika kita meng-klik kata ekstrimis maka akan keluar data Hamas dan Iran, misalnya.
Kedua, eksploitasi rasa bersalah Barat terhadap penindasan, penganiayaan dan pembunuhan atas orang-orang Yahudi Jerman oleh Hitler menjelang Perang Dunia II. Rasa bersalah tersebut, menimbulkan perasaan simpatik, bahkan dukungan terhadap zionisme yang cenderung memunculkan sikap pengabsahan terhadap segala pemberitaan dan tindakan pro-Israel.
Ketiga, eksploitasi kebencian. Media massa Amerika Serikat dan Barat cenderung mendramatisasi peristiwa yang dianggap merugikan dan mengancam kepentingan mereka, seperti embargo minyak bangsa Arab, serta penyanderaan warga AS di Iran pascarevolusi. Hal-hal yang langsung menyangkut kepentingan Amerika Serikat dan zionisme di-blow up menjadi isu sentral media massa yang bertujuan menumbuhkan ketersinggungan dan kebencian terhadap bangsa Arab atau Iran.
Pada dasarnya, media massa zionis memperaktikkan manajemen cinta-benci, yakni bila ada arus masyarakat yang bertentangan dengan mereka, maka akan dicaci maki secara membabi buta. Namun, bila mendukung dan melawan musuh mereka, maka mereka dukung habis-habisan.
Bangsa Palestina adalah bangsa yang ditindas, dizalimi, bukan hanya oleh kolonialisme militer Israel tapi juga oleh arus pemberitaan dan informasi yang menyudutkan. Sikap kritis terhadap pemberitaan dan informasi yang bersumber dari Amerika Serikat dan Barat, serta penggalangan solidaritas menjadi suatu keniscayaan bagi tiap individu yang bernurani.