REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting/Wartawan Senior Republika
Angkatan Bersenjata Amerika Serikat (AS) mengakui telah menghentikan pencarian delapan personel Marinir yang hilang di dalam tank amfibi yang tenggelam. Status personel pasukan amfibi itu dianggap sudah gugur. Mereka dilaporkan menaiki kendaraan tempur yang tenggelam di perairan dalam lepas pantai selatan California saat latihan, Kamis (30/7/2020).
Marinir AS menggelar pencarian selama 40 jam dengan area penyisiran hingga 1.000 mil laut persegi. Mengerahkan helikopter hingga kapal dari Korps Penjaga Pantai hingga Angkatan Laut. "Dengan berat hati saya memutuskan untuk menghentikan operasi pencarian dan penyelamatan," kata Kolonel (Marinir) Christopher Bronzi, Komandan Unit Ke-15 Ekspedisi Kelautan.
Total ada 16 personel yang menaiki tank amfibi itu. Delapan bisa diselamatkan, namun salah satunya tewas dengan dua berada dalam kondisi kritis. Semua anggota Marinir yang mengalami insiden berasal dari Unit Ke-15 Ekspedisi Kelautan, yang bermarkas di Kamp Pendleton.
Bronzi menerangkan, kini fokus mereka adalah mencari dan menemukan kedelapan jenazah dari anggota tersisa yang terlibat dalam latihan. Kecelakaan latihan Kendaraan tempur itu dilaporkan berada sekitar 1.000 meter di barat laut pesisir Pulau San Clemente, dan terjun ke air Kamis sore waktu setempat.
Kendaraan pengangkut dengan bobot 26 ton itu didesain menjadi alat mobilitas pasukan ketika berada di kapal perang hingga ke permukaan. Pada saat kejadian, kendaraan lapis baja tersebut baru saja kembali ke kapal dari pulau kawasan latihan. Kendaraan tenggelam beberapa ratus kaki di laut dalam, dan tidak bisa dijangkau oleh para penyelam.
Marinir di Situbondo
Musibah tenggelamnya tank amfibi kerap terjadi, termasuk yang dialami Tentara Nasional Indonesia (TNI). Korps Marinir TNI AL pernah mengalami beberapa kali peristiwa mengenaskan, satu di antaranya pada 2008.
Pada Februari 2008, sebuah tank pendarat amfibi Marinir jenis BTR 50 P ditumpangi 15 prajurit Marinir, tenggelam. Peristiwa itu terjadi di lepas Pantai Banongan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Sabtu (2/2/2008), sekitar pukul 04.30 Waktu Indonesia Barat (WIB).
Enam personel gugur. Tank yang tenggelam ditemukan di kedalaman sekitar 30 meter dengan jarak 400 meter dari pantai. Mereka berasal dari Batalyon Infanteri (Yonif) 2 Marinir yang bermarkas di Jakarta. Satuan ini bagian dari Brigade Infanteri (Brigif) 1 Marinir yang berkedudukan di Kabupaten Lampung Timur.
Saat itu, Kepala Dinas Penerangan Korps Marinir Letkol (Marinir) Novarin Gunawan menjelaskan, musibah tersebut terjadi di tengah latihan pendaratan amfibi yang melibatkan sekitar 1.300 prajurit di Pantai Banongan. Insiden tersebut dalam rangkaian latihan Armada Jaya TNI AL.
Musibah itu, lanjutnya, terjadi saat tank meluncur dari KRI Teluk Kau 504 sejauh lebih kurang dua kilometer menuju daratan. "Ketika sudah berada pada jarak sekitar 400 meter dari pantai, tiba-tiba tank tenggelam. Delapan personel berhasil dievakusi menggunakan perahu karet, sementara yang lainnya ikut tenggelam,” ujar Novarin.
Saat latihan pendaratan itu berlangsung, lanjutnya, kondisi perairan masih gelap. "Dari 15 penumpang, enam di antaranya adalah kru tank, sedangkan lainnya adalah prajurit infanteri yang akan didaratkan ke pantai," kata Novarin.
Yonif 2 Marinir dibentuk pada Agustus 1961. Antara lain dipersiapkan untuk operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Awalnya bernama Batalyon II Korps Komando (KKO) AL. Beberapa petinggi TNI AL pernah menjadi komandan batalyon ini, antara lain: Mayjen (Marinir) Sudarsono Kasdi, Mayjen (Marinir) Yussuf Solichien, Mayjen (Marinir) Wayan Mendra, Letjen (Marinir) M Alfan Baharudin, dan Mayjen (Marinir) Frederikus Saud Tambatua.
Zipur di Pasuruan
Dari beberapa peristiwa tenggelamnya tank amfibi, yang paling mengenaskan terjadi pada 1979. Hampir 41 tahun yang lalu. Tepatnya pada 17 Oktober 1979. Enam tank amfibi BTR-50 P milik Batalyon Zeni Tempur (Yonzipur) 10 Amfibi, Resimen Zeni Tempur (Menzipur) 1, Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), melakukan latihan rutin di Danau Ranu Grati. Danau kecil yang terletak di Kabupaten Pasuruan.
Pagi itu ada dua kompi pasukan amfibi yang hendak mengadakan latihan secara bergelombang. Gelombang pertama ada enam tank. Tiap tank berisi 20 orang awak, seorang sopir, dan seorang pembantu sopir. Jadi jumlah pasukan yang berada di dalam setiap tank sebanyak 22 orang.
Seorang komandan tank berjaga di atas tank, sebagai penunjuk arah. Sehingga jumlah seluruh pasukan pada tiap tank 23 orang. Latihan disaksikan langsung oleh komandan Yonzipur 10 Amfibi Kostrad Letkol (Zeni) T Subiyanto, abituren (lulusan) Akademi Militer (Akmil) 1964. Ia didampingi wakil komandan Yonzipur 10 Amfibi Mayor (Zeni) Aminuddin Sobli (Akmil 1968).
Salah seorang saksi mata, kini sudah purnawirawan mengungkapkan jalannya latihan satuan tersebut. Ia mengaku mengikuti latihan rutin pasukan amfibi itu. Tepat pukul 08.30 WIB, acara latihan dimulai. Anggota pasukan amfibi TNI Angkatan Darat memasuki kendaraan masing-masing. Pintu tank ditutup rapat. Satu persatu kendaraan tempur turun memasuki danau. Mereka bergerak dari arah barat menuju seberang danau di sebelah timur. Tank-tank amfibi berjalan beriringan di atas danau yang tenang.
Setelah berjalan sekitar 50 meter, tiba-tiba salah satu tank amfibi berhenti, mesinnya mati. Dengan cepat tim pengawal berhasil menarik kendaraan terebut ke darat. Seluruh penumpang berhasil diselamatkan. Setelah sebuah tank ditarik ke darat, menyisakan lima tank amfibi yang meneruskan perjalanan. Tanpa diduga, ketika jarak menuju ke daratan hanya kurang dari 100 meter, salah satu tank berhenti. Tank menungging dan moncong meriamnya ke arah bawah. Dengan cepat kendaraan tempur andalan TNI itu meluncur ke dalam danau.
Tank amfibi buatan Uni Soviet tahun 1952 itu kehilangan daya apung. Tengelam menuju dasar danau. Sebanyak 22 personel pasukan zeni tempur amfibi itu tenggelam bersama arsenal tempurnya. Komandan tank yang berada di atas kendaraan, berhasil menyelamatkan diri. Berenang menuju daratan. Setelah kejadian itu, satu kompi yang akan latihan lagi dihentikan. Sehingga enam tank amfibi lainnya batal mengikuti latihan.
Dua tahun sebelum peristiwa itu, Yonzipur 10, Menzipur 1, Kostrad, juga kehilangan kendaraan amfibi K-61 di Lauat Suai, Timor Timur saat Operasi Seroja IV. Batalyon ini mengikuti pertempuran sejak Operasi Seroja pertama pada November 1975 hingga integrasi Timor Portugis ke Indonesia menjadi Timor Timur. Selain membawa personel dari kapal laut menuju pantai, pasukan ini juga membawa logistik tempur.
Komandan Menzipur 1 Kostrad Kolonel (Zeni) Sukardi (Akmil 1961) berduka, mendapatkan laporan dari Danyon Zipur 10. Tenggelamnya tank amfibi BTR-50 P beserta 22 personelnya juga dilaporkan kepada Panglima Kostrad Mayjen TNI Wiyogo Atmodarminto (Akmil 1948). Juga kepada komandan Korps Zeni Brigjen TNI Sutjihno, mantan Tentara Genie (Zeni) Pelajar/TGP 1946.
Brigjen Sutjihno merupakan pemimpin Korps Zeni paling legendaris. Ia memimpin korps selama sembilan tahun, sejak 1971 hingga 1980. Setelah itu digantikan Brigjen TNI Heru Gunadi (Akmil 1958).