REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 31 calon kepala daerah berpotensi melawan kotak kosong dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Wakil Ketua Komisi II DPR Arief Wibowo menilai, salah satu penyebabnya adalah biaya politik yang tinggi.
Biaya politik yang tinggi berdampak pada partai politik yang tak berani bertaruh untuk mengusung calon kepala daerah. "Calon tunggal dalam Pilkada juga akibat proses politik yang tidak cukup dan hal itu yang tidak terbangun di banyak daerah," ujar Arief saat dikonfirmasi, Selasa (11/8).
Selain itu, ia juga melihat banyak bakal calon kepala daerah yang tak memiliki reputasi di daerahnya berkontestasi. Sehingga, partai politik akan cenderung mengusung atau mendukung nama yang sudah lebih dikenal publik.
"Karena modal banyak uang saja tidak cukup untuk bertarung di pilkada," ujar Arief.
Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memprediksi akan ada calon tunggal di 31 daerah yang menggelar Pilkada 2020 Prediksi itu keluar berdasarkan riset Perludem berdasarkan dinamika politik yang berkembang hingga hari ini.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyampaikan jumlah tersebut sangat mungkin berubah. Sebab, proses pencalonan masih berlangsung hingga ditutup pada Rabu (23/9).
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyebut beberapa daerah yang diprediksi calon tunggal itu di antaranya adalah Kota Semarang, Solo, Kebumen, Grobogan, Sragen, Wonosobo, Ngawi, Wonogiri, Banyuwangi, Blitar, Kabupaten Semarang, Kediri, Botolali, Klaten, Gowa, Sopeng, Gunung Sitoli, Balikpapan, Buru Selatan, dan Pematang Siantar.