REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemerintah Kota (Pemkot) Solo mendukung upaya kepolisian dalam mengusut kasus intoleransi berupa penyerangan di kediaman Umar Asegaf di Kampung Mertodranan, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Sabtu (8/8) malam. Pemkot menekankan agar warganya saling menghargai dan menghormati meski ada perbedaan.
Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengatakan, Pemkot selalu berupaya membangun toleransi kepada umat beragama di Solo tanpa memandang suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). "Kejadian yang ada di Pasar Kliwon karena itu sudah ditangani oleh kepolisian ya. Itu kepolisian yang punya hak untuk menyampaikan," kata Rudyatmo kepada wartawan, Selasa (11/8).
"Namun, paling tidak saya sudah selalu menyampaikan untuk melakukan koordinasi, saling menghargai dan menghormati biarpun ada perbedaan. Namun, kita ini tetap satu sebagai bangsa Indonesia," katanya lagi.
Wali Kota mengatakan, sejak dulu pemkot sudah mengumpulkan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat untuk bersama-sama menciptakan iklim yang kondusif di Kota Solo. Menurutnya, apapun yang dilakukan warga masyarakat, sesuai dengan UUD 1945, negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah. Sehingga, kejadian penyerangan tersebut tentunya diusut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Harapan saya ini adalah kejadian yang terakhir untuk Solo, jangan sampai ada kejadian-kejadian lain. Kalau ada permasalahan, perbedaan pendapat lebih baik kita duduk bersama untuk musyawarah mencari solusi terbaik. Yang paling utama adalah saling menghargai dan menghormati sesama," pungkas Wali Kota.
Kronologis Penyerangan
Sebelumnya, penyerangan tersebut menyebabkan sedikitnya tiga orang mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit. Perwakilan keluarga, Memed, menceritakan terkait kronologi penyerangan tersebut.
Pada Sabtu petang di kediaman Umar Asegaf diselenggarakan kegiatan doa bersama atau midodareni untuk persiapan pernikahan anak perempuan yang akan dilaksanakan keesokan harinya, Ahad (9/8). Acara tersebut bersifat internal dan hanya dihadiri sekitar 20 orang sanak keluarga Umar Asegaf.
Pada saat jamuan makan, tiba-tiba terdengar teriakan dari luar rumah. Sekitar 10 menit kemudian, pintu gerbang yang ditutup diketuk. Setelah dibuka, ternyata Kapolsek Pasar Kliwon minta keterangan mengenai kegiatan tersebut. Setelah dijelaskan, kapolsek keluar untuk memberikan keterangan kepada pihak-pihak yang berteriak.
Sepuluh menit kemudian, pintu gerbang kembali diketuk, kali ini Kapolresta Solo yang meminta penjelasan. Setelah dijelaskan, Kapolresta keluar menemui massa di depan rumah tersebut.
Setelah itu, Memed mengaku, teriakan yang terdengar semakin keras dan semakin banyak jumlah orang yang berteriak. Teriakan tersebut berupa suara takbir, kata-kata kafir, laknat, dan bunuh.
Selang 20 menit, Kapolres kembali masuk untuk meminta agar tamu-tamu yang hadir segera meninggalkan lokasi atas permintaan massa di luar. Memed beserta keluarganya menyatakan, sanggup asalkan massa di luar terlebih dulu membubarkan diri. Namun, ternyata massa tidak mau membubarkan diri dan tetap meminta tamu-tamu segera meninggalkan lokasi. Akhirnya, tuan rumah meminta agar massa memberikan jarak supaya tamu-tamu bisa keluar dengan aman. Mobil dan motor yang keluar pertama hanya mendapat intimidasi verbal.
Namun, saat mobil selanjutnya keluar, massa justru bergerak merangsek maju dan melakukan pemukulan, penendangan serta memecah kaca mobil. Tuan rumah kembali meminta kepada Kapolres agar diberikan jarak aman. Setelah itu, keluar tiga mobil bersamaan dengan dua sepeda motor.
"Tapi setiap mobil mulai jalan itu ditendang dipukul, dipecah kacanya. Pak Husein yang keluar mengendarai motor di ujung gang tidak ada apa-apa, begitu belok dari pinggir-pinggir massa melakukan pemukulan, menendang perut, kemudian dipukul pakai batu menghantam kepala dan kena dasbor," papar Memed kepada wartawan, Senin (10/8).
Pengendara motor satunya, Umar, juga mengalami hal serupa. Umar yang berboncengan dengan putranya berusaha melindungi anaknya sehingga terkena tendangan dan pukulan.
Memed menyebut, posisi Umar terjepit sepeda motor. Ketika Umar berteriak kakinya patah, polisi yang mendengar bergegas membantu Umar dan Husein menghalau massa. Korban berhasil dievakuasi dan dibawa ke rumah sakit.
"Tidak lebih dari tiga menit massa membubarkan diri serempak. Itu azan Isya kalau tidak salah. Baru tenaga bantuan dari Kepolisian datang dan menyeterilkan lokasi dalam jarak aman untuk keluarga keluar," imbuhnya.
Menurut Memed, penyerangan berlangsung sekitar 10-15 menit sampai korban dievakuasi. Korban yang terluka secara fisik ada tiga orang yakni, Husein, Umar dan Hadi, anaknya Umar. "Informasi yang kami dapat dari Kepolisian terkait alasan penyerangan, mereka menyatakan ada kegiatan terlarang di dalam," ucapnya.
Dia menyatakan, kasus serupa pernah terjadi pada 2018. Namun, saat itu komandan massa telah membuat kesepakatan dengan tuan rumah untuk tidak membiarkan rekan-rekannya melakukan aksi serupa. Namun, ternyata aksi serupa terulang kembali.
"Sebenarnya ini bukan hanya masalah kami, tetapi masalah bersama, masalah negeri. Karena rekan-rekan yang di luar itu semacam tidak memiliki penyeimbang informasi sehingga bisa terhasut. Kita bersama-sama melakukan pencegahan agar tindakan-tindakan antikemanusiaan tidak boleh terulang dimana pun," pungkas Memed.
Di sisi lain, Polresta Solo telah menangkap dua orang tersangka yang diduga melakukan aksi tersebut dan berada di tempat kejadian perkara (TKP). Dua tersangka berinisial BD dan HD tersebut ditangkap pada Ahad (9/8). Selain itu, Polresta Solo telah memeriksa sembilan saksi yang melihat kejadian tersebut.
"Kami sudah mengembangkan dan mengidentifikasi pelaku-pelaku lain yang diduga melakukan pada hari kejadian tersebu," kata Kapolresta Solo, Kombes Pol Andy Rifai, Senin (10/8).
Untuk pelaku-pelaku yang lainnya, pihaknya berikan kesempatan menyerah baik-baik akan kami perlakukan baik-baik. Tetapi apabila dalam waktu 2x24 jam tidak ada keinginan atau itikad baik untuk menyerahkan diri, maka akan dilakukan penangkapan. "Tentunya sesuai dengan cara kami karena perbuatan mereka sudah jelas mencoreng kebhinekaan yang ada di negara ini," ucapnya.
Polresta juga melakukan pengamanan di kediaman Umar Asegaf. Sebanyak satu pleton personel disiagakan di lokasi tersebut.