REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Sputnik V dipilih sebagai nama untuk vaksin virus corona yang tengah dikembangkan pemerintah Rusia. Hal itu disampaikan oleh Kepala Pendanaan Investasi Negara setelah Rusia mengeklaim menjadi negara pertama yang menemukan vaksin Covid-19.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan dalam pertemuan pemerintah pada Selasa bahwa Rusia menjadi negara pertama di dunia yang mengembangkan vaksin melawan Covid-19. Sementara itu, Kepala Pendanaan Investasi Rusia Kirill Dmitriev mengatakan, uji coba fase 3 vaksin akan dimulai pada hari Rabu.
Itu artinya, Rusia membuat klaim persetujuan atas vaksin eksperimentalnya sebelum uji klinis skala besar selesai. Menurut laporan Washington Post, pejabat setempat berencana mengimunisasi jutaan orang pada musim panas dan gugur tahun ini, termasuk puluhan ribu guru dan tenaga kesehatan, dengan vaksin yang belum teruji keamanan dan efikasinya itu.
Putin juga membenarkan bahwa salah satu putrinya telah mendapatkan suntikan vaksin. Putin mengatakan, putrinya itu sempat mengalami sedikit demam setelah menerima vaksin tetapi kemudian sembuh dan sekarang titer antibodinya tinggi.
“Dalam hal ini, dia ikut serta dalam percobaan. Setelah vaksinasi pertama, dia memiliki suhu tubuh 38 derajat Celcius, sedangkan hari berikutnya sedikit di atas 37 derajat Celcius, itu saja. Setelah suntikan kedua, vaksinasi kedua, suhunya juga naik sedikit, lalu semuanya membaik, dia merasa baik dan titer antibodinya tinggi,” kata Putin seperti dikutip dari laman Times Now News, Rabu (12/8).
Dmitriev juga menginformasikan bahwa vaksin Sputnik V siap diproduksi massal mulai September. Setidaknya 20 negara telah memesan lebih dari satu miliar dosis.
Menurut Menteri Kesehatan Rusia Mikhail Murashko, vaksin tersebut akan diproduksi di dua lokasi, yaitu Institut Penelitian Gamaleya dan perusahaan Binnopharm. Menurut pakar vaksin dunia, Rusia menempuh langkah berbahaya dengan melewati tahapan penting dalam pembuatan vaksin.
Konstantin Chumakov, anggota Global Virus Network, sebuah koalisi internasional yang menangani ancaman virus, mengatakan bahwa tidak mungkin untuk membuktikan kemanjuran vaksin secara ilmiah tanpa uji coba luas, yang dikenal sebagai Fase 3. Ia mengibaratkan penggunaan vaksin yang belum lengkap tahapan uji cobanya tak ubahnya seperti berjudi.
"Menggunakannya pada populasi umum sebelum hasil uji coba Tahap 3 dipelajari sama saja dengan bertaruh. Russian roulette," ujarnya, dikutip Washington Post.