REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak tergelincir sekitar satu persen pada akhir perdagangan Selasa (11/8) karena meredupnya harapan untuk paket stimulus guna meringankan ekonomi AS ketika kasus virus corona meningkat secara global. Padahal, harga minyak sempat naik di awal sesi.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober, merosot 49 sen atau 1,1 persen menjadi menetap pada 44,50 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September turun 33 sen atau 0,8 persen, menjadi ditutup di 41,61 dolar AS per barel.
Beberapa aksi ambil untung menjelang data mingguan persediaan minyak AS juga membebani harga. Setelah pasar reguler ditutup, data industri dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan stok minyak mentah turun empat juta barel pekan lalu, lebih besar dari ekspektasi analis untuk penarikan 2,9 juta barel. Data resmi pemerintah tentang persediaan minyak akan dirilis pada Rabu waktu setempat.
Petinggi Partai Republik dan Demokrat di Senat AS saling mengkritik pendekatan satu sama lain untuk bantuan virus corona pada Selasa tanpa ada kabar kapan pembicaraan tentang paket baru dapat dilanjutkan. Tidak ada perkembangan soal tunjangan bagi puluhan juta orang yang kehilangan pekerjaan dalam krisis.
“Sekarang ada keraguan tentang paket stimulus dan berita Rusia juga,” kata Gary Cunningham, direktur riset pasar di Tradition Energy.
Presiden Vladimir Putin mengklaim pada Selasa bahwa Rusia telah menjadi negara pertama di dunia yang memberikan persetujuan peraturan untuk vaksin Covid-19. Tetapi persetujuan tersebut mengkhawatirkan beberapa ahli karena vaksin tersebut masih harus menyelesaikan uji coba akhir.
Namun, tanda-tanda pemulihan permintaan minyak Asia membantu sentimen pasar. Pada Ahad (9/8), CEO Aramco, Arab Saudi, Amin Nasser memperkirakan permintaan minyak rebound di Asia karena ekonomi secara bertahap dibuka kembali setelah penguncian untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.