REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari diduga menerima pemberian uang senilai 500 ribu dolar AS atau Rp 7 miliar dari terpidana korupsi Djoko Sugiarto Tjandra. Pinangki juga diduga menerima sejumlah fasilitas, hadiah, serta janji dari terpidana korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali 1999 tersebut.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejakgung) Hari Setiyono mengatakan, penerimaan uang tersebut ada dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) terhadap Pinangki. LHP tersebut, sempat disinggung Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono, sebagai gerbang lebar pengungkapan pidana.
“Untuk sementara, diduga penerimaan uang itu seperti yang pernah disampaikan, di tahun 2019. Tetapi, pastinya nanti ada pengembangan dari penyidikan,” kata Hari di Kejakgung, Jakarta, Rabu (12/8).
Jaksa Pinangki tercatat melakukan dinas keluar negeri ilegal. Sepanjang 2019 ia sembilan kali ke Singapura dan Malaysia.
Jamwas juga meyakini, aksi Pinangki ke negeri-negeri jiran tersebut, untuk menemui Djoko Tjandra yang saat itu masih berstatus buronan Kejakgung. Tuduhan itu pula, yang membuat Jamwas mencopot Pinangki dari jabatannya selaku Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejakgung, pada Senin (27/7).
Jamwas menyatakan aksi luar negeri Pinangki yang bertemu Djoko Tjandra itu sebagai pelanggaran berat terkait kode etik dan disiplin.
Pada Rabu (12/8), Kejakgung pun resmi menyatakan Pinangki sebagai tersangka suap dan gratifikasi.
Penetapan tersebut, setelah tim penyidik di Jampidsus, melakukan penangkapan di kediaman Pinangki, Selasa (11/8) malam. “Maka tadi malam, penyidik berkesimpulan, berdasarkan bukti-bukti yang cukup, diduga terjadinya tindak pidana korupsi, sehingga ditetapkan tersangka, yaitu oknum jaksa, inisialnya PSM (Pinangki Sirna Malasari),” kata Hari melanjutkan.
Tersangka Pinangki, kata Hari, pun resmi ditahan. “Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba, cabang Kejaksaan Agung,” kata Hari melanjutkan.
Terkait dugaan suap dan gratifikasi tersebut, penyidik menebalkan sangkaan Pasal 5 huruf b. Tetapi, kata dia, tak menutup celah melapis sangkaan terhadap Pinangki, dengan Pasal 11 UU Tipikor 20/2001. Dua pasal tersebut, memberi ancaman bagi pegawai negeri, atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, atau janji terkait jabatannya. Ancamannya minimal satu sampai lima tahun penjara.