Rabu 12 Aug 2020 11:10 WIB

Keraguan dari Vaksin Covid-19 Rusia

Rusia diingatkan bahaya terburu-buru mengembangkan vaksin Covid-19.

Red: Indira Rezkisari
Dalam foto dari Russian Direct Investment Fund, (6/8), tampak vaksin baru dari Nikolai Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Moskow, Rusia. Negara Rusia, Selasa (11/8), mengumumkan menjadi negara pertama yang menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 untuk puluhan ribu warganya. Pengembangnan vaksin Rusia padahal dianggap belum selesai di level uji klinis.
Foto: Alexander Zemlianichenko Jr/ Russian Direct
Dalam foto dari Russian Direct Investment Fund, (6/8), tampak vaksin baru dari Nikolai Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Moskow, Rusia. Negara Rusia, Selasa (11/8), mengumumkan menjadi negara pertama yang menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 untuk puluhan ribu warganya. Pengembangnan vaksin Rusia padahal dianggap belum selesai di level uji klinis.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Gumanti Awaliyah, Indira Rezkisari

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengaku minim informasi mengenai vaksin Covid-19 buatan Rusia. WHO padahal perlu melakukan evaluasi terhadap vaksin tersebut, kata asisten direktur cabang regional Organisasi Kesehatan Pan Amerika (PAHO), Jarbas Barbosa.

Baca Juga

Ketika ditanya soal rencana produksi calon vaksin itu di Brazil, Barbosa mengatakan produksi tidak akan dilakukan sampai uji coba Tahap II dan III selesai guna menjamin keamanan dan keampuhan vaksin. "Setiap produsen vaksin harus mengikuti prosedur ini, yang menjamin keamanan dan memiliki rekomendasi dari WHO," katanya saat pengarahan virtual dari Washington.

Presiden Vladimir Putin mengumumkan pada Selasa bahwa Rusia menjadi negara pertama di dunia yang menyetujui vaksin Covid-19 setelah kurang dari dua bulan melakukan uji klinis pada manusia. Moskow menganggap penggunaan vaksin tersebut sebagai bukti kehebatan ilmiah mereka.

Kecepatan Rusia untuk meluncurkan vaksin Covid-19 menyoroti tekadnya untuk menjadi pemenang dalam perlombaan global atas produk yang efektif. Namun juga menimbulkan kekhawatiran bahwa mungkin saja Rusia lebih mementingkan wibawa negara ketimbang ilmu pengetahuan dan keamanan.

Putin mengatakan vaksin, yang dikembangkan oleh Institut Gamaleya Moskow, itu aman dan bahkan telah diberikan kepada salah satu putrinya, dilansir dari Reuters. Putin mengatakan, putrinya itu sempat mengalami sedikit demam setelah menerima vaksin tetapi kemudian sembuh dan sekarang titer antibodinya tinggi.

“Dalam hal ini, dia ikut serta dalam percobaan. Setelah vaksinasi pertama, dia memiliki suhu tubuh 38 derajat Celcius, sedangkan hari berikutnya sedikit di atas 37 derajat Celcius, itu saja. Setelah suntikan kedua, vaksinasi kedua, suhunya juga naik sedikit, lalu semuanya membaik, dia merasa baik dan titer antibodinya tinggi,” kata Putin seperti dikutip dari laman Times Now News, Rabu (12/8).

Sputnik V dipilih sebagai nama untuk vaksin virus corona yang tengah dikembangkan pemerintah Rusia. Kepala Pendanaan Investasi Rusia Kirill Dmitriev mengatakan, uji coba fase III vaksin akan dimulai pada hari Rabu.

Itu artinya, Rusia membuat klaim persetujuan atas vaksin eksperimentalnya sebelum uji klinis skala besar selesai. Menurut laporan Washington Post, pejabat setempat berencana mengimunisasi jutaan orang pada musim panas dan gugur tahun ini, termasuk puluhan ribu guru dan tenaga kesehatan, dengan vaksin yang belum teruji keamanan dan efikasinya itu.

Dmitriev juga menginformasikan bahwa vaksin Sputnik V siap diproduksi massal mulai September. Setidaknya 20 negara telah memesan lebih dari satu miliar dosis.

Menurut Menteri Kesehatan Rusia Mikhail Murashko, vaksin tersebut akan diproduksi di dua lokasi, yaitu Institut Penelitian Gamaleya dan perusahaan Binnopharm. Menurut pakar vaksin dunia, Rusia menempuh langkah berbahaya dengan melewati tahapan penting dalam pembuatan vaksin.

Konstantin Chumakov, anggota Global Virus Network, sebuah koalisi internasional yang menangani ancaman virus, mengatakan tidak mungkin untuk membuktikan kemanjuran vaksin secara ilmiah tanpa uji coba luas, yang dikenal sebagai fase III. Ia mengibaratkan penggunaan vaksin yang belum lengkap tahapan uji cobanya tak ubahnya seperti berjudi.

"Menggunakannya pada populasi umum sebelum hasil uji coba Tahap 3 dipelajari sama saja dengan bertaruh. Russian roulette," ujarnya, dikutip Washington Post.

Bukan hanya ilmuwan Rusia yang mempertanyakan vaksin Covid-19 buatan Rusia. Ilmuwan dunia membunyikan alarm menilai bahwa upaya buru-buru menawarkan vaksin sebelum fase terakhir selesai justru bisa merugikan.

Fase III atau fase terakhir membutuhkan uji klinis dari ribuan orang. Waktunya juga dipastikan berlangsung berbulan-bulan. Fase III adalah satu-satunya cara membuktikan kalau vaksin yang sedang diuji coba aman dan bisa digunakan.

Sebagai perbandingan, vaksin di fase akhir di Amerika membutuhkan studi dari 30 ribu orang untuk tiap vaksin. Saat ini, dilansir dari AP, ada dua kandidat vaksin yang sudah mulai melakukan penelitian besar itu. Tiga kandidat vaksin lagi akan dimulai uji cobanya pada musim gugur tahun ini.

"Persetujuan jalur cepat tidak akan menjadikan Rusia pemimpin di kompetisi ini. Justru akan mengekspos pengguna vaksin dalam bahaya yang sebenarnya tidak perlu," ujar Asosiasi Organisasi Uji Klinis Rusia. Asosiasi mendorong pemerintah menunda persetujuan vaksin sebelum uji klinis tingkat lanjut selesai.

Rencana vaksin Rusia mungkin mengkhawatirkan dunia, sebab Deputi PM Rusia Tatyana Golikova sudah mengatakan dokter di Rusia akan divaksin mulai bulan ini. Sementara vaksinasi massal dimulai paling cepat Oktober.

Vaksin Rusia menggunakan jenis virus yang berbeda yaitu dari flu biasa yang menyebabkan adenovirus. Virus itu lalu dimodifikasi untuk membawa gen yang meningkatkan kadar protein untuk melapisi virus corona jenis baru.

Teknologi serupa sedang dikembangkan oleh CanSino Biologics di China, Universitas Oxford di Inggris serta AstraZeneca. Tapi tidak seperti lembaga lain, ilmuwan Rusia belum mempublikasi informasi saintifik tentang bagaimana vaksin sudah bekerja di level tes hewan atau pada studi awal di manusia.

Ilmuwan mengingatkan, seandainya vaksin efektif setidaknya dibutuhkan waktu lebih lama lagi untuk menunjukkan perlindungan vaksin bisa bertahan. "Jaminan kerusakan dari dirilisnya vaksin apapun yang kurang aman dan efektif bisa memperburuk masalah yang sudah ada saat ini," ujar profesor imunologi Imperial College London, Danny Altman.

WHO mendorong semua kandidat vaksin menjalani seluruh fase pengetesan sebelum dirilis ke publik. Pakar mengingatkan, vaksin yang tidak dites menyeluruh bisa membahayakan dalam banyak cara, mulai dari membahayakan kesehatan hingga mengurangi kepercayaan pada vaksin.

Dilansir dari AP, Amerika, Inggris, dan Kanada bulan lalu menuduh Rusia menggunakan jasa peretas untuk mencuri riset vaksin dari laboratorium Barat. Rusia membantah tuduhan tersebut.

Direktur Gamaleya, lembaga pengembang vaksin Rusia, Alexander Gintsburg, pada bulan Mei mengatakan dia dan peneliti lain mengujicoba vaksin ke mereka sebelum memulai studi pada manusia. Pernyataannya mengundang tanda tanya.

Pada 17 Juni Rusia memulai uji klinis dengan 76 relawan. Separuhnya diinjeksikan vaksin dalam bentuk cairan dan separuhnya dengan vaksin dalam bentuk bubuk larut. Relawan sebagian merupakan tentara, hingga diduga mereka dipaksa berpartisipasi. Tes tersebut dinyatakan lengkap dilakukan awal bulan ini.

Tapi peneliti senior kesehatan global Universitas Southampton Inggris, Dr Michael Head, mengatakan masih terlalu awal untuk mengatakan apakah vaksin akan efektif. "Apakah vaksin akan bekerja atau tidak," katanya.

Klaim vaksin Covid-19 sebenarnya bukan aksi kontroversial pertama Rusia. Sebelumnya Putin pernah mengatakan ilmuwannya berhasil menemukan vaksin Ebola yang disebutnya sangat efektif. Bahkan Putin mengklaim vaksin Ebola Rusia berkontribusi besar menghilangkan Ebola di Afrika.

Tapi hingga kini bukti bahwa vaksin Ebola Rusia digunakan luas di Afrika sangat minim. Pada 2019, vaksin Ebola Rusia dimasukkan WHO dalam kategori kandidat vaksin.

photo
Vaksin Covid-19 - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement