REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hendri Alfred Bakarie meninggal dunia pada Sabtu (8/8) pukul 07.13 WIB. Dia tewas setelah menjalani pemeriksaan di Satres Narkoba Polresta Barelang, Batam. Keluarga membeberkan kronologi meninggalnya Hendri.
Adik Hendri, Christy Bakari menceritakan kronologi ditangkapnya Hendri hingga ditemukan sudah tak bernyawa. Pada 6 Agustus 2020 sekira pukul 15.00 WIB, Hendri ditangkap di Kawasan Belakang Padang, Batam karena diduga terlibat dalam tindak pidana narkotika.
"Ketika itu yang melihat istrinya dari jauh banyak warga yang berkerumun di situ ditangkap," tutur Christy saat siaran pers bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) pada Rabu (12/8). Penangkapan itu, kata Christy, dilakukan tanpa adanya surat penangkapan.
Kemudian, lanjut Christy, pada Jumat (7/8) polisi mendatangi rumah Hendri untuk melakukan penggeledahan. Lagi-lagi, menurutnya, penggeledahan itu dilakukan tanpa surat dan tanpa pendampingan pengurus RT dan RW. "Ternyata barang tidak ditemukan," ujarnya.
Pada Sabtu (8/8) dini hari, sekira pukul 1.00 penggeledahan polisi berlanjut ke rumah rekan Hendri. Menurut Christy, Hendri yang kerap disapa 'Kak Otong' olehnya itu sudah lemas tak sanggup berdiri tegak lantaran tak diberi minum. Hendri sampai harus meminta minum ke orang yang ada di sekitar lokasi penggeledahan.
Lalu pada Sabtu pagi sekira pukul 07.00 pagi, Hendri diketahui sudah tidak bernyawa. Christy menceritakan bahwa keluarga baru diberi tahu soal kematian Hendri pada siang hari sekira pukul 11.00 WIB. Keluarga mendatangi RS Budi Kemuliaan beberapa jam setelahnya untuk melihat jenazah Hendri.
Hendri ditemukan dalam kondisi kepala diperban dan dibungkus plastik serta badan yang penuh memar. "Keluarga datang ke situ kaget melihat kondisi sudah terbungkus, alasannya katanya Covid," tutur Christy.
Hingga saat ini belum dapat diketahui secara pasti alasan dibalik pembungkusan kepala Hendri dengan plastik. Baik dari pihak rumah sakit maupun kepolisian diketahui sama-sama membantah melakukan tindakan itu.
Keluarga yang merasa janggal akhirnya meminta bungkusan dibuka dan autopsi. Namun, kata Christy, permintaan itu dipersulit. Menurut dia, surat penangkapan atas Hendri juga baru turun saat itu, di mana Hendri sudah tewas.
Christy bersama pihak keluarga pun akan melaporkan pada Direktorat Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda setempat agar dilakukan penyelidikan pada polisi yang diduga kuat melakukan penyiksaan pada Hendri. Christy juga meminta pengusutan pidana atas penyebab kematian Hendri.
"Kami ingin Kapolres meminta maaf soal hal ini dan menjelaskan secara terang-terangan dan usut tuntas yang menyebabkan Hendri meninggal," ujar Christy menambahkan.
Kepolisian masih belum memberikan keterangan yang jelas atas kematian Hendri. Polda Riau hingga kini berdalih masih menunggu hasil tim forensik dalam memeriksa jenazah Hendri Bakari.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menyoroti fakta bahwa seorang warga sipil meninggal dunia ketika berada di bawah pengawasan penyidik dengan kondisi fisik yang memperlihatkan adanya tanda-tanda telah dilakukan tindakan kekerasan.
"Dalam kasus ini sangat patut untuk menduga telah terjadi penyiksaan oleh aparat yang bahkan hingga menyebabkan kematian. Selain itu, prosedur upaya paksa, mulai dari penangkapan hingga penggeledahan diduga juga dilakukan secara tidak sah," ujar Erasmus.
Untuk itu, ICJR menuntut keras agar pengusutan terhadap dugaan penyiksaan terhadap Hendri dibawa ke ranah peradilan pidana.