REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PKS Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan alasan sedikitnya koalisi PKS dan PDIP terjalin di pilkada serentak 2020 kali ini. Menurutnya sistem pilkada sangat dipengaruhi oleh kondisi lokal.
"Jadi memang sangat variatif," kata Ledia kepada Republika, Rabu (12/8).
Ia tak menampik bahwa koalisi antara PDIP dan PKS akan terus bertambah. Ia mengatakan jumlah dan proporsi koalisi keduanya baru dapat diketahui setelah pendaftaran pilkada ditutup. Dia menambahkan, PKS menyerahkan daerah sebagai ujung tombak dari penentuan koalisi. Setelah itu baru dikonsultasikan dan ditetapkan oleh pusat.
"Saat ini semua tahapannya masih penjajakan, kita lihat saja nanti," ujarnya.
Sebelumnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengakui paling sedikit melakukan koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Pilkada 2020. Jumlah itu dihitung dari sejak pengumuman calon kepala daerah gelombang pertama hingga ketiga pada Selasa (11/8).
"Dari gelombang I, II, III maka kami umumkan bahwa sementara ini kerja sama terbanyak dengan Golkar dan paling sedikit dengan PKS," kata Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto di Jakarta usai pengumuman rekomendasi calon kepala daerah gelombang ketiga.
Hasto mengatakan, PDIP membuka peluang kerja sama dengan seluruh partai politik terutama koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Meski demikian, dia tidak merinci daerah mana saja yang menjadi lokasi koalisi antar partai politik.