REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Baghdad yang merupakan pusat kedaulatan Abbasiyah telah menguasai berbagai daerah. Islam mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam dunia pendidikan.
Sistem pendidikan di masa kejayaan Islam pada abad ke-8 mampu mendongkrak seluruh lini kehidupan masyarakat. Bahkan, mengilhami sistem pendidikan modern yang tak memperhatikan sistem hierarki sosial.
Implikasi pendidikan yang dikemas secara formal terinspirasi dari pesan Rasulullah SAW agar mempelajari suatu ilmu dari semenjak terlahir di bumi hingga menjelang masuk liang lahat. Saat itulah terlahir sebutan bagi kaum terpelajar sebagai kaum adib, ada pula kaum fakir.
Kegiatan mereka terpusat di masjid atau surau yang dikelola seorang khatib atau wâ’iz. Di sanalah terbentuk komunitas yang terdiri atas pujangga, orang suci, serta para sarjana. Mereka menghasilkan karya-karya antologi sastra, ensiklopedia, catatan sejarah, biografi, kamus, dan pelbagai karya tulis lainnya.
Sistem pendidikan dan pembentukan kebudayaan Islam mempunyai nilai serta acuan tersendiri. Seperti yang diterapkan filsuf al-Farabi dan Miskawayh yang mempunyai teori pendidikan dari alam.
Dalam teori lainnya milik al-Mawardi ditegaskan, pendidikan yang dimulai dari penguatan nilai agama. Sementara al-Ghazali dalam karyanya Hiyal’ alum al-din memformulasikan teori dasar pendidikan yang dipraktikkan dengan pelaksanaan syariat agama Muslim sejati.
Seluruh teori tadi ternyata diterapkan kaum Graeco-Roma dalam sebentuk prinsip per se, yang mencakup seluruh bidang kajian pendidikan. Mereka bukan saja menitikberatkan pada lingkungan sekitar, tetapi juga menawarkan sistem yang dilengkapi petunjuk atas prestasi ataupun hukuman bagi yang tidak mengindahkan sistem. Mereka mencari minat dan bakat anak-anak sedari dini. Lalu, mengembangkannya dalam sebentuk hubungan antara pelajar dan pengajar.
Setelah mengalami masa kejayaan, umat Islam mengalami masa kemunduran dalam berbagai bidang, termasuk di bidang pendidikan. Hal ini dimulai dengan runtuhnya kekuasaan Islam di Baghdad dan di Cordova.
Baghdad yang merupakan pusat kedaulatan Abbasiyah yang pertama kali dipimpin oleh Abu Abbas as-Saffah, telah menguasai berbagai daerah. Di bawah kekuasaan Daulah Abbasiyah Islam mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dunia pendidikan. Saat itu, para pemimpin Daulah Abbasiyah lebih memikirkan bidang pendidikan daripada Daulah Umayyah sebelumnya yang lebih fokus pada bidang kemiliteran.
Daulah Abbasiyah sangat menonjol dalam bidang pendidikan pada masa Kekha lifahan al-Makmun. Khalifah al-Makmun adalah seorang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan di atas segalanya dan dia juga selalu memikirkan agama Islam dengan ilmu penge tahuan tersebut. Dia berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan dan menerjemahkan buku-buku dari Yunani serta mengembangkan ilmuilmu dengan mendapatkan temuan baru.
Filsafat Yunani yang bersifat rasional menjadikan Khalifah al-Makmun terpengaruh dan mengambil teologi Mu’tazilah menjadi teologi negara. Dalam masa itu, Islam menjadi negara yang tak tertandingi dalam bidang pendidikan serta banyak memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terhadap dunia.
Masa kehancuran Namun, setelah silih bergantinya khalifah, Islam mulai mengalami kemunduran terhadap bidang pendidikan. Hal ini juga berhubungan dengan keruntuhan Daulah Abbasiyah sebagai suatu kedaulatan yang besar serta terjadinya jurang pemisah antara kekhalifahan dan komunitas keagamaan terutama dalam hal “kemakhlukan Alquran”.
Terjadilah perselisihan antara beberapa kelompok. Kelompok yang satu menga takan bahwa Alquran itu adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah. Sedangkan kelompok yang satu lagi menyatakan bahwa Alquran merupakan kalam Allah, bukan mSedangkan kemunduran di Cordova pada masa Daulah Umayyah II. Daulah Umayyah II yang dipimpin pertama kali oleh Abdurrahman ad-Dakhil yang merupakan pelarian dari penguasa Abbasiyah. Puncak ke kuasaan Daulah Umayyah II terjadi pada masa pemerintahan Abdurrahman III dan al-Hikam.
Kemajuan pada masa itu terlihat dalam berbagai bidang, antara lain, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan intelektual. Di Cordova yang merupakan pusat Daulah Umayyah II telah berdiri suatu universitas yang tepercaya dan mampu menandingi dua universitas besar lainnya, yaitu universitas al-Azhar di Kairo dan Nizamiyah di Baghdad. Universitas ini menarik banyak mahasiswa, baik mahasiswa Kristen maupun mahasiswa dari negara Eropa lainya.
Pertemuan antara peradaban Arab Islam dan peradaban masyarakat setempat menjadikan daerah itu pada masanya mempunyai kebudayaan Islam yang tinggi, sehingga Spanyol menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam di daerah Barat. Tetapi, kemajuan tersebut ditentukan oleh penguasa yang memiliki sikap kuat dan berwibawa yang mampu mempersatukan Islam.
Hancurnya Islam pada Perang Salib yang terjadi dalam beberapa gelombang menjadi pemicunya. Belum lagi aksi tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, yang menghancurkan Daulah Abbasiyah dan membakar seluruh buku ilmu pengetahuan yang ada di Baghdad Ironisnya, setelah mencapai kemajuan dalam berbagai bidang dan selama beberapa abad menjadi kiblat ilmu pengetahuan, akhirnya kehancuran total dialami kota-kota pendidikan dan kebudayaan Islam yang mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi pendidikan Islam dan melemahnya pemikiran.
Salah satu penyebabnya kehidupan sufistik berkembang dengan cepat. Di setiap madrasah diajarkan tentang ajaran-ajaran sufisme. Dalam kurikulumnya pun hanya terdapat ilmu-ilmu agama sedang kan ilmu-ilmu lainnya tidak termasuk dalam pengajaran.
Berkurangnya kebebasan berpendapat dan memikirkan sesuatu menyebabkan para ahli di zaman kemunduran Islam hanya mengutip ijtihad para ahli sebelumnya. Mereka tidak menemukan pemecahan terbaru tentang permasalahan yang sedang berkembang dari hasil pemikiran mereka. Timbullah pernyataan yang mengatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Akibatnya, tidak ada lagi ulama-ulama yang menghasilkan karya-karya intelektualisme yang mengagumkan.