REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta mendesak pengambil kebijakan untuk segera menangani pencemaran limbah minyak mentah atau tarbal di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. "Kejadian ini sudah berkali-kali, pemerintah harus hadir," kata Juru Kampanye Pemulihan dan Lingkungan Hidup Walhi DKI Jakarta, Rehwinda Naibaho di Jakarta, Rabu (12/8).
Rehwinda menegaskan Walhi bersama masyarakat akan membuat laporan tertulis mengenai limbah minyak itu kepada para pihak terkait diantaranya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Walhi juga melakukan pendampingan atas kejadian terakhir pencemaran limbah di Pulau Pari pada Agustus 2019 lalu," jelas Rehwinda.
Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3) Mustahgfirin menyatakan pemantauan arah dan arus laut limbah minyak mentah ini kemungkinan besar berasal dari arah timur, tepatnya berasal dari perairan Karawang yang memang ada titik pengeboran minyak. "Makanya limbah minyak mentah ini bisa terdampar tiba disini. Limbah minyak mentah ini mencemari sepanjang dua kilometer pantai selatan Pulau Pari dan jika dikumpulkan, limbah minyak mentah ini bisa mencapai 50 ton," jelas Mustahgfirin.
Pencemaran limbah minyak mentah ini bahkan selalu terjadi sepanjang tahun. Karena itu, masyarakat menuntut agar KLHK bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) beserta dinas terkait melakukan investigasi dan turut bertanggung jawab terkait limbah minyak mentah yang mencemari lingkungan Pulau Pari itu.
Sementara itu VP Relations PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Ifki Sukarya menyatakan catatan operasional PHE OSES & PHE ONWJ telah melakukan pengecekan di lapangan dan belum mengetahuiceceran minyak tersebut berasal. Terkait adanya dugaan masyarakat bahwa ceceran berasal dari Sumur YYA-1 yang tahun lalu pernah bocor, Ifki memastikan bahwa sampai saat ini sumurdalam kondisi aman.