REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tumpahan minyak yang terjadi di Pulau Tidung, Untung Jawa, dan Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Selasa (11/8), jumlahnya terus bertambah. Pada hari pertama pembersihan, petugas mengumpulkan sebanyak 380 karung. Hingga Rabu (12/8) siang WIB, proses pembersihan masih berlangsung.
Lurah Pulau Pari, Mahtum mengatakan, masyarakat bersama petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU), pegawai Suku Dinas Lingkungan Hidup, dan petugas PT Pertamina masih membersihkan tumpahan minyak. Mahtum melanjutkan, tidak ada terget sampai kapan proses tersebut dilakukan, namun diharapkan selesai secepatnya.
"Kalo akhir pekan kan banyak wisatawan, enggak enak kalo ada berita begini (tumpahan minyak di Pulau Pari). Wisata pantai kan keindahan dan kesejukannya (yang dinikmati)," katanya saat dihubungi Republika," Rabu (12/8).
Mahtum tidak tahu persis sumber minyak mentah tersebut. Namun, kata Mahtum, warga menduga bersumber dari Pertamina, tetapi hal ini masih harus diteliti ulang karena tidak bisa hanya dugaan. "Kita kan enggak boleh menduga-duga kalo seperti ini. Tunggu hasil penelitian laboratorium," katanya.
Ocean Campaigner Green Peace Indonesia, Arifsyah Nasution menjelaskan, banyak dugaan terkait penyebab tumpahan minyak tersebut. Jika jenis minyak mentah yang tumpah sama dengan apa yang terjadi di Karawang pada 2019, maka bisa jadi itu merupakan sisa minyak yang tidak terangkut.
Namun apabila jenis minyak yang ada berbeda, sambung dia, kemungkinan tumpahan atau sisa minyak dari kapal, perlu dilihat dan diteliti lebih lanjut. Sehingga penyebab tumpahan minyak yang sering terjadi di Kepulauan Seribu bisa terpecahkan. "Dugaan terbesar kalo minyaknya mentah, belum melalui proses apa pun maka sisa kebocoran sumur (YYA-1) tahun lalu," kata Arifsyah.
Arifsyah menjelaskan, sumur-sumur PT Pertamina harus dicek dan dievaluasi ulang pihak berwenang, khususnya Kementerian ESDM. Karena banyak sumur eksplorasi sudah berumur tua, sehingga peluang terjadinya kebocoran sangat besar.
VP Relations Pertamina Hulu Energi (PHE), Ifki Sukarya menyampaikan dalam keterangan tertulisnya, sampai saat ini sumur YYA-1 yang pernah bocor dipastikan dalam kondisi aman. Bahkan hingga saat ini sumur tersebut masih ditutup dan belum ada kegiatan.
"Sumur YYA-1 sudah ditutup sejak September 2019. Lalu Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menutup status darurat penaggulangan tumpahan minyak anjungan YYA-1 PHE ONWJ Juli 2020. Sehingga kami pastikan sudah aman," kata Ifki dalam keterangannya, Rabu.