Kamis 13 Aug 2020 10:29 WIB

KontraS Ungkap 5 Kasus Penyiksaan oleh Polisi dalam 5 Bulan

Polisi yang terindikasi melakukan penyiksaan kerap minim diberi sanksi tegas.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Penyekapan dan penganiayaan. Ilustrasi
Foto: vccoordinator.wordpress.com
Penyekapan dan penganiayaan. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus kematian Hendri Alfred Bakarie yang diduga dianiaya personel Polres Barelang, Kepulauan Riau menambah rentetan kasus penganiayaan polisi. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat ada lima kasus dengan 13 korban dengan rentang waktu April - Agustus 2020.

Berikut daftar lima kasus tersebut. Pertama, dugaan praktik penyiksaan dalam kasus penangkapan di Tangerang. Pada 9 April 2020, sekitar 10 orang polisi dari Polres Tangerang yang ketika itu tidak menggunakan seragam datang menemui Muhammad Riski Riyanto (21 tahun) dan Rio Imanuel Adolof (23 tahun). 

Saat diminta menunjukan surat penangkapan dan surat tugas, anggota kepolisian hanya menunjukan surat tugas bulanan. Sedangkan korban diintimidasi dengan senjata laras panjang. 

Selain itu, kepala korban juga dipukul menggunakan helm sebanyak dua kali. Kemduian setelah dibawa, korban dipukul, ditendang, diborgol dengan kabel tis hingga darah membeku dan tangan membengkak. 

Lebih lanjut, kedua korban dipukul dengan besi di beberapa bagian tubuh dan kepala kedua korban dibungkus dengan plastik hingga tak sadarkan diri. 

"Terkait dengan peristiwa tersebut, KontraS dan LBH Jakarta telah melaporkan peristiwa tersebut, namun belum mendepatkan perkembangan terkait dengan laporan tersebut," kata Peneliti KontraS Andi Muhammad Rezaldy. 

Kedua, Kasus penagkapan terhadap 9 (sembilan) orang pemuda Desa Batu Cermin, Manggarai Barat, NTT pada tanggal 11 April 2020. Para pemuda tersebut didatangi oleh sejumlah anggota Polres Manggarai Barat yang sedang berpatroli dan polosi membubarkan sekelompok pemuda tersebut. 

Pada saat proses pembubaran, beberapa orang menjelaskan kepada pihak kepolisian terkait alasan mereka tidak dapat pulang ke rumah masing-masing. Pihak kepolisian kemudian langsung mengangkut sekelompok pemuda tersebut ke Polres Manggarai Barat. Setelah dibawa ke Polres, para pemuda tersebut kemudian dianiaya oleh beberapa orang anggota Polres hingga mengalami luka-luka

"Pasca-dianiaya berdasarkan informasi yang kami terima, pihak kepolisian mengembalikan para pemuda tersebut ke Pendopo Desa," kata Andi. 

Ketiga, Dugaan Kasus Penyiksaan terhadap EF (anak dibawa umur). Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 26 April 2020. Peristiwa ini berawal ketika terjadi peristiwa pengeroyokan terhadap salah seorang anngota Polri pada tanggal 22 April 2020. 

Setelah peristiwa tersebut, pihak kepolisian melakukan penangkapan terhadap EF yang diduga mengalami praktik penyiksaan. Korban dipaksa mengakui tindakan pengeroyokan tersebut, namun belakangan diketahui bahwa pelaku pengeroyokan terhadap salah seorang anggota kepolisan tersebut bukanlah EF. 

Terkait dengan peristiwa dugaan praktik penyiksaan tersebut, keluarga korban telah melaporkan peristiwa tersebut ke pihak kepolisian. Namun hingga saat ini belum ada perkembangan yang berarti. Kasus pengeroyokan terhadap salah seorang anggota Polisi sendiri telah masuk proses persidangan. 

Keempat, Dugaan kasus penyiksaan terhadap Sarpan (57 tahun). Peristiwa ini terjadi pada 27 Juli 2020. Sarpan yang merupakan seorang saksi peristiwa pembunuhan, ditangkap dan ditahan oleh petugas Polsek Percut Sei Tuan terkait dengan tuduhan tindak pidana pembunuhan terhadap Alm. DS sejak tanggal 02 Juli – 05 Juli 2020. 

Diduga selama proses penyidikan dan penahanan tersebut, korban mengalami praktik-praktik penyiksaan berupa pemukulan dan intimidasi agar korban mengakui tindak pidana yang disangkakan tersebut. Akibat dari dugaan praktik penyiksaan tersebut, korban mengalami luka-luka pada bagian wajah dan sekujur tubuhnya. 

Kelima, pada 6 Agustus 2020, di Belakang Padang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau terjadi dugaan penyiksaan yang dialami Henry Alfaree Bakari (38 tahun). Ketika itu korban sedang berada di kelong ikan, kemudian datang beberapa anggota kepolisian melakukan penangkapan tanpa dilengkapi surat penangkapan. 

Keesokan harinya 7 Agustus Polisi dari kesatuan Polresta Balerang datang ke rumah korban untuk melakukan penggeledahan. Saat dilakukan upaya paksa tersebut, keluarga korban melihat wajah Henry tampak lebam dan memar, kemudian dari kesaksian warga, Henry saat itu tampak terlihat lemas, berjalan pincang, dan mengeluh kehausan. 

Pada 8 Agustus, diketahui Henry meninggal dunia dengan luka lebam yang membekas di sekujur tubuhnya. Kepalanya bahkan dibungkus plastik. 

Andi Rezaldy menyoroti, polisi yang terindikasi melakukan penyiksaan kerap minim diberi sanksi tegas. Sering kali, proses melakukan penghukuman terhadap pelaku penyiksaan hanya berhenti pada proses disiplin/etik. 

"Padahal penyiksaan merupakan tindakan kejahatan yang harusnya penyidik melakukan pemeriksaan secara pidana terhadap para terduga pelaku dan atasan hukumnya," ujar dia. KontraS menilai, polisi selama ini belum memiliki komitmen dan kemauan serius dalam menyelesaikan kasus-kasus penyiksaan yang kerap dilakukan anggotanya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement