REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Madrasah ramah anak di Indonesia perlu diwujudkan. Salah satunya adalah dengan membebaskan sistem pendidikan madrasah dari budaya pendidikan ‘rotan’ atau kekerasan.
Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) mengatakan, madrasah ramah anak merupakan keniscayaan yang bisa dihadirkan. Asalkan, kata dia, setiap pihak dapat mengupayakannya dengan tindakan nyata.
“Misalnya, guru dan anak harus bisa memiliki hubungan yang baik. Tujuannya untuk membangun konsep terbaik dalam pendidikan. Madrasah punya peran di sini untuk mendorong suatu hal yang berorientasi kepada kebutuhan anak,” kata Lukman dalam kajian bedah buku Perlindungan Anak, melalui Zoom Meeting, Kamis (13/8).
Pendidikan madrasah ramah anak, menurut dia, harus memperhatikan apa yang dibutuhkan siswa. Bukan justru menciptakan suatu tata tertib yang hanya berorientasi pada punishment atau hukuman. Ketegasan dalam pendidikan memang penting, namun bukan kekerasan dalam pendidikan.
Lebih jauh, dia menjelaskan, terciptanya tata tertib yang tidak berorientasi pada hukuman semata akan menstimulus pengembangan anak. Untuk itulah, rasa kasih dalam mendidik pun perlu menjadi perhatian, baik bagi guru maupun orang tua murid.
Dia menegaskan, madrasah memiliki peluang untuk mewujudkan pendidikan ramah anak. Terlebih pesan agama pun telah jelas, kata dia, bahwa Rasulullah SAW bersabda mengenai anjuran menyayangi yang lebih kecil dan menghormati yang lebih tua.
Di sisi lain, salah satu elemen pendukung dalam mewujudkan madrasah ramah anak adalah dengan hadirnya peran orang tua. Sebab dia menceritakan, tak sedikit orang tua dan guru yang masih berlaku kasar dalam menerapkan pendidikan kepada anak.“Untuk itu salah satu cara untuk parenting orang tua harusnya dimulai dengan kesadaran. Jika ada kesadaran, mereka akan bergerak untuk berubah,” kata dia.