Kamis 13 Aug 2020 14:19 WIB

Indonesia Dorong Penguatan Diplomasi Perdamaian

Di DK PBB Indonesia mendorong penguatan diplomasi perdamaian di tengah pandemi

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi pada Debat Terbuka Virtual DK PBB mengenai Pandemi dan Tantangan Bina Damai yang diselenggarakan pada Rabu (12/8)
Foto: Kementerian Luar Negeri RI
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi pada Debat Terbuka Virtual DK PBB mengenai Pandemi dan Tantangan Bina Damai yang diselenggarakan pada Rabu (12/8)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia memegang presidensi di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) sepanjang Agustus ini. Pesan yang disampaikan Indonesia adalah tetap memperkuat diplomasi perdamaian di tengah pandemi Covid-19 yang mengintai dunia.

"Pandemi telah meningkatkan kerentanan negara-negara terdampak konflik. Beberapa negara bahkan terancam jatuh kembali ke jurang krisis," ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi pada Debat Terbuka Virtual DK PBB mengenai Pandemi dan Tantangan Bina Damai yang diselenggarakan pada Rabu (12/8).

Baca Juga

Pertemuan DK PBB tersebut dipimpin langsung oleh Menlu Retno selaku Presiden DK PBB di Agustus 2020 dan dihadiri oleh seluruh negara anggota DK PBB. Pertemuan menghadirkan sejumlah briefers di antaranya Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, mantan sekretaris jenderal PBB Ban Ki-Moon, dan Direktur Center on International Cooperation New York University Sarah Cliffe.

Dalam pernyataan nasionalnya, Menlu Retno menggarisbawahi tiga poin utama untuk merespons tantangan global yang semakin meningkat dalam usaha menjaga perdamaian dunia pada situasi pandemi. "Pertama, aspek bina damai perlu menjadi bagian dalam upaya penanggulangan pandemi secara komprehensif," ujar Menlu Retno.

Selanjutnya, bangsa-bangsa perlu memastikan partisipasi inklusif para pemangku kepentingan lokal dalam upaya bina damai. Prioritas lainnya adalah menciptakan lingkungan internasional yang kondusif untuk mendukung upaya bina damai di masa pandemi.

"Kedua, saya menegaskan bahwa upaya bina damai membutuhkan sinergi antara badan kerja dalam sistem PBB," ujarnya. Dia menjelaskan bahwa dalam hal ini PBB harus mengintegrasikan pendekatan yang sensitif terhadap konflik dalam upaya penanganan pandemi.

Menurut Retno, gencaran konflik dan jeda kemanusiaan akan memampukan tersalurkannya bantuan dan perawatan Covid-19 dengan tepat waktu kepada warga sipil di daerah konflik. "Ketiga, penting untuk mengoptimalisasikan penggunaan sumber daya yang terbatas untuk upaya bina damai," katanya.

Hal ini karena mayoritas negara terdampak konflik tersebut dihadapkan pada pilihan yang sulit antara pengeluaran untuk infrastruktur kesehatan dan pembangunan perdamaian. Dalam konteks ini, Indonesia menggarisbawahi laporan terbaru Sekjen PBB mengenai Pembangunan dan Pertahanan Perdamaian yang mencatat adanya penurunan porsi bantuan luar negeri untuk pembangunan perdamaian di negara-negara yang terdampak konflik.

Pendanaan inovatif seperti Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular serta institusi filantropis penting dalam menghadapi situasi ini. Di tengah meningkatnya ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi, upaya bina damai dan upaya perdamaian berkelanjutan menjadi semakin sulit untuk dilakukan.

Namun, Menlu Retno optimistis situasi krisis ini dapat membuka jalan bagi perdamaian. "Mari kita gunakan momentum ini untuk semakin memajukan perdamaian," ujar Retno menutup sambutannya.

Debat terbuka ini merupakan terobosan baru Indonesia untuk memulai pembahasan isu bina damai di masa pandemi yang diapresiasi oleh negara anggota DK PBB. Pertemuan dihadiri oleh beberapa pejabat tinggi negara anggota DK PBB di antaranya Menlu Vietnam, Estonia, Afrika Selatan, serta Minister of State Jerman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement