REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan kerugian akibat ledakan Beirut mencapai lebih dari 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp223 triliun (dengan kurs Rp 14.880 per dolar AS). Hal itu dia sampaikan saat melakukan percakapan via telepon dengan Raja Spanyol Felipe VI pada Rabu (12/8).
"Informasi utama menyebutkan kerugian melebihi 15 miliar dolar, selain kerusakan pelabuhan dan kebutuhan bahan rekonstruksi untuk membangun kembali infrastruktur yang hancur akibat ledakan," kata Aoun dilaporkan Xinhua.
Mengingat kerugian yang dialami cukup besar, Aoun memberi tahu Raja Felipe bahwa Lebanon menghargai dukungan serta bantuan apa pun di bidang tersebut. Raja Felipe pun menyatakan akan terus mendukung Lebanon dengan mengirimkan lebih banyak bantuan kemanusiaan guna meringankan beban penduduk selama masa-masa sulit ini.
Ledakan Beirut terjadi pada 4 Agustus lalu. Sumber ledakan adalah sebuah gudang di pelabuhan yang menyimpan 2.750 ton amonium nitrat yakni bahan kimia yang digunakan untuk membuat pupuk dan bahan peledak.
Timbunan amonium nitrat di gudang dekat pelabuhan Beirut itu dikabarkan diangkut sebuah kapal bernama The Rhosus. Kapal itu singgah di Beirut tujuh tahun lalu. Menurut The New York Times, kapal berbendera Moldova dan dimiliki pengusaha asal Siprus Igor Grechushkin itu berangkat untuk pelayaran terakhirnya dari pelabuhan Batumi, Georgia, pada September 2013.
Kapal bertolak ke Mozambik tapi tak pernah mencapai tujuannya. New York Times, mengutip keterangan kapten Boris Prokoshev, menyebut The Rhosus diminta berhenti di Beirut. Pemberhentian itu tak tercantum dalam daftar. Kapal ditugaskan mengambil kargo tambahan untuk diangkut ke Yordania guna memperoleh uang tambahan.
Saat memasuki pelabuhan, kapal akhirnya disita oleh otoritas setempat. Kapal itu ditinggalkan oleh pemiliknya setelah penyewa kehilangan minat pada kargo.
Amonium nitrat yang diangkut The Rhosus kemudian diturunkan dan disimpan di gudang dermaga untuk alasan keamanan. Menurut pihak berwenang Lebanon, bahan kimia itu disimpan secara tidak tepat di pelabuhan.
Ledakan yang menyebabkan sedikitnya 172 orang tewas dan sekitar 6.000 lainnya luka-luka itu pun telah memicu gerakan demonstrasi. Ribuan warga menganggap pemerintah bertanggung jawab atas bencana tersebut.