Kamis 13 Aug 2020 18:21 WIB

Kejagung Duga Pinangki Berperan dalam PK Djoko Tjandra

'Koordinasi keberhasilan PK Djoko Tjandra dijanjikan 500 ribu dolar.'

Rep: Bambang Noroyono / Red: Ratna Puspita
Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono (tengah)
Foto: Antara/Reno Esnir
Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga uang 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7 Miliar yang diterima jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait dengan perannya dalam pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh terpidana korupsi Bank Bali, Djoko Tjandra. Penyidik pada Kejaksaan Agung menduga peran jaksa pinangki mengusahakan agar upaya hukum luar biasa itu diterima. 

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan penyidik menduga ada peran jaksa Pinangki untuk mengkondisikan dan mengatur upaya hukum peninjauan kembali tersebut. Menurut Hari, jaksa menduga ada imbalan, serta janji uang yang akan diberikan Djoko Tjandra kepada jaksa Pinangki agar PK tersebut dapat diterima oleh Majelis Hakim PK.

Baca Juga

“Koordinasi dan pengkondisian keberhasilan PK terpidana Djoko Soegiarto Tjandra dijanjikan hadiah atau pemberian sebanyak 500 ribu dolar Amerika,” kata dia dalam pernyataan resminya, Kamis (13/8). 

Hari menjelaskan lolosnya Djoko Tjandra masuk ke wilayah hukum Indonesia saat masih buron, dan mendaftar PK menyertakan peran jaksa Pinangki. Ia menambahkan keterlibatan jaksa Pinangki diduga bermula ketika ia bertemu Djoko Tjandra di Malaysia sebelum terpidana itu mengajukan PK ke PN Jakarta Selatan pada Juni 2020. 

Menurut Hari, pertemuan jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra juga melibatkan peran pengacara Anita Kolopangking. Saat ini, Anita menjadi tersangka di Bareskrim Polri terkait dengan surat jalan palsu bagi Djoko Tjandra.

Hari mengatakan dugaan tersebut yang membuat jaksa Pinangki dijerat dengan sangkaan penerimaan, dan janji. Sementara ini, kata dia, penyidik menebalkan sangkaan Pasal 5 ayat 2, dan Pasal 11 UU Tipikor 20/2001. 

Pasal itu mengancam penyelenggara negara yang menerima pemberian uang dan janji terkait dengan jabatan penjara minimal satu sampai lima tahun. Sejak Selasa (11/8) malam, Jampidsus menangkap dan menahan Pinangki di Rutan Salemba cabang Kejagung.

Terkait PK, PN Jaksel sudah memutuskan menolak upaya hukum luar biasa Djoko Tjandra pada 27 Juli lalu, tersebut. Penolakan karena Djoko Tjandra selaku pengaju PK tak pernah hadir dalam persidangan. 

Sebelumnya, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan peran tersangka Pinangki dalam skandal Djoko Tjandra tidak cuma soal pengaturan PK di PN Jaksel. Ia mengatakan penyidik menduga ada upaya pembebasan Djoko Tjandra melalui jalur fatwa. 

Namun, Febrie tak menerangkan rinci soal fatwa yang dimaksud. “Yang jelas, tersangka P (Pinangki) ini masih terkait dengan fatwa,” kata Febrie di Gedung Pidsus Kejakgung, Jakarta, pada Rabu (12/8). 

Kordinator Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menjelaskan dugaannya bahwa jaksa Pinangki mengupayakan penerbitan fatwa ini melalui dua jalur, yakni Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung. Bahkan, Boyamin menduga Djoko Tjandra menyediakan dana senilai 10 juta dolar AS terkait upaya pembebasan status hukum tersebut. 

“Tapi gagal kan? Tapi kegagalan itu, tetap tidak menghapus pemidanaan,” kata dia, Rabu.

Namun, Boyamin mendorong kejaksaan menelusuri dugaan penerbitan fatwa tersebut. “Karena, untuk tersangka Jaksa P ini, tidak mungkin mengerjakan itu sendirian,” sambung dia.

Sementara Jampidsus Ali Mukartono, menepis dugaan Boyamin terkait fatwa dari jaksa agung. Sebab, ia mengatakan, jaksa agung tidak memiliki kewenangan menerbitkan fatwa bebas atas terpidana. 

“Kejaksaan Agung itu tugasnya penuntutan. Tidak bisa mengeluarkan fatwa bebas. Tugasnya penuntutan, eksekusi terhadap terpidana,” ujar Ali. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement