REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China telah meningkatkan langkah-langkah untuk mengurangi limbah makanan. Kampanye itu dilakukan setelah Presiden Xi Jinping menyebut jumlah makanan yang terbuang sangat mengejutkan.
Gerakan untuk mengurangi limbah makanan dibuat melalui "Kampanye Piring Bersih". Kampanye itu ditegakkan setelah Xi menyoroti bahwa pandemi virus korona telah meningkatkan kewaspadaan pada limbah makanan.
"China harus menyadari krisis tentang keamanan pangan," ujar Xi, dilansir BBC, Kamis (13/8).
Mengikuti pesan Xi, Asosiasi Industri Katering Wuhan mendesak seluruh restoran untuk membatasi jumlah hidangan yang disajikan kepada pengunjung. Asosiasi tersebut juga menerapkan sistem di mana setiap pengunjung hanya dibolehkan memesan satu hidangan. Di bawah sistem yang dijuluki "N-1", apabila ada 10 orang dalam satu kelompok yang datang ke restoran, mereka hanya dibolehkan memesan sembilan hidangan.
Namun, implementasi sistem ini kemungkinan membutuhkan waktu untuk penyesuaian. Terutama di negara dengan budaya yang terbiasa memesan makanan lebih dari jumlah yang dibutuhkan.
Di China, tuan rumah yang menjamu tamu tidak boleh kehabisan makanan di atas meja. Apabila terlihat ada piring yang kosong, maka mereka menganggap bahwa makanan yang dipesan tidak mencukupi kebutuhan tamu. Gagasan sistem "N-1" menuai kritik di media sosial. Mereka menyatakan bahwa sistem tersebut terlalu kaku.
"Bagaimana jika ada orang yang pergi ke restoran sendirian? Berapa hidangan yang bisa dia pesan? Nol?," ujar salah satu pengguna Weibo.
Sementara, pengguna Weibo lainnya mengatakan, sebagian besar pengunjung restoran biasanya menghabiskan seluruh makanan yang mereka pesan. Namun sebaliknya, para pejabat kerap mengadakan jamuan makan mewah.
Itu bukan pertama kalinya China meluncurkan kampanye anti limbah makanan. Pada 2013, China meluncurkan kampanye "Operasi Piring Kosong" yang menargetkan pesta dan resepsi mewah yang diadakan oleh para pejabat. Menurut WWF, China membuang sekitar 17 hingga 18 ton makanan pada 2015.