REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memastikan pencopotan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Jan Samuel Maringka, tak ada kaitannya dengan skandal hukum terpidana Djoko Tjandra, yang menyeret pejabat di Kejaksaan Agung (Kejakgung). Dia menegaskan, sejumlah rotasi, mutasi, pun pergeseran pos jabatan di level tinggi Kejakgung, keputusan yang lumrah untuk peningkatan kinerja di Korps Adhyaksa.
“Saya ingin tegaskan bahwa, prosesi yang kita lakukan saat ini sama sekali tidak memiliki kaitannya dengan peristiwa yang belum lama ini mencuat ke publik,” kata Burhanuddin, dalam pernyataan resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Kamis (13/8). Rotasi tersebut, ia lakukan setelah melewati evaluasi yang menyeluruh untuk kinerja yang lebih baik.
Pada Rabu (12/8), Jaksa Agung Burhanuddin, resmi mencopot Jan Maringka sebagai Jamintel. Jan Maringka, ditempatkan pada pos baru sebagai Staf Ahli Jaksa Agung bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN). Pada hari itu juga, (12/8), Burhanuddin melantik Sunarta, sebagai Jamintel. Posisi Sunarta yang semula menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), pun diisi oleh Fadil Zuhmana. Burhanuddin, juga melantik Amir Yanto sebagai Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas).
Pencopotan, dan pergeseran sejumlah JAM tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) 134/TPA 2020. Keputusan tersebut, sebetulnya resmi diundangkan pada 30 Juli lalu. Tetapi Jaksa Agung, baru melantik para pejabat Eselon I Kejakgung itu, pada Rabu (12/8). Sejumlah pihak, mengaitkan rotasi dan pencopotan para JAM tersebut, terkait dengan skandal hukum Djoko Tjandra yang membuat Korps Adhyaksa menjadi sorotan publik.
Skandal Djoko Tjandra, sempat menyeret Kajari Jaksel Nanang Supriatna, dan sejumlah pejabat di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) ke ruang pemeriksaan Jamwas untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan tersebut, pun menyeret Jaksa Pinangki Sirna Malasari ke pencopotan jabatan sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan di Kejakgung. Sejak Selasa (11/8), Jampidsus sudah menetapkan Jaksa Pinangki sebagai tersangka penerimaan uang, dan gratifikasi dari Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra, terpidana korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali 1999 yang sempat menjadi buronan Kejakgung selama 11 tahun sejak 2009. Djoko Tjandra, terkuak pernah kembali ke Indonesia pada Juni 2020, untuk pengajuan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya di PN Jaksel. Namun kehadiran Djoko Tjandra di Indonesia, terkuak menyimpan skandal. Itu terbukti karena Kejakgung gagal melakukan penangkapan dan eksekusi saat buronan tersebut berada di wilayah hukum Indonesia.
Saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Selasa (30/), Jaksa Agung Burhanuddin pernah mengakui kegagalan tersebut. Kata dia, ada kelemahan intelijen di internal Kejakgung terkait dengan bebasnya Djoko Tjandra masuk ke wilayah Indonesia, namun tak bisa tertangkap. “Ini kelemahan intelijen kami. Tetapi, itu yang ada,” ucap Jaksa Agung Burhanuddin di Komisi III DPR.