Perdana Menteri Narendra Modi, Selasa (11/8) lalu, meminta kepala pemerintahan regional agar menggandakan kapasitas tes dan pelacakan terduga pasien.
“Jika kita bisa mengalahkan corona di 10 negara bagian ini, negara ini akan menang,” katanya dalam sebuah konferensi video dengan perdana menteri negara-negara bagian India. Kesepuluh wilayah itu mewakili 80% dari sekitar 640.000 kasus aktif di India, dan 82% untuk jumlah kematian yang berjumlah total 45.257 kasus.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) meyakini India sudah berbuat banyak, terutama jika mengingat jumlah populasinya. Dalam sebuah wawancara ekslusif dengan DW, Poonam Khetrapal Singh, Direktur Regional WHO untuk Asia Selatan dan Timur, mengatakan respons pemerintah di New Delhi patut dipuji.
Berikut kutipan wawancaranya:
DW: Apakah Anda puas dengan cara otoritas India menanggulangi pandemi virus corona?
Poonam Khetrapal Singh: India mengambil langkah berani seperti mengawasi orang di pelabuhan dan bandar udara, melacak kontak, melatih tenaga medis, meningkatkan kapasitas tes, menyiapkan fasilitas kesehatan dan melakukan sosialisasi dengan masyarakat. Lockdown yang dilakukan dini juga membantu pemerintah meningkatkan jumlah fasilitas kesehatan. Keputusan memproduksi perangkat pelindung secara lokal untuk menjamin pasokan saat ini dan di masa depan, menunjukkan India siap menghadapi wabah untuk waktu lama.
Tapi, respons pemerintah berbeda antara level nasional dan negara bagian. Di negara sebesar India, kebijakan yang diambil di negara-negara bagian tidak merata menyentuh semua area. Meningkatkan kapasitas dan mempercepat respons masih menjadi tantangan. Tapi meski demikian, India sudah mendemonstrasikan komitmen yang kokoh untuk memerangi pandemi.
Apakah naiknya angka kasus penularan bisa menjadi tantangan buat pemerintah?
Jumlah kasus di India harus dibandingkan dengan populasinya yang berjumlah 1,3 miliar manusia. Penularan Covid-19 tidak setara di berbagai negara, dan di India situasinya tidak berbeda. Ada area dengan kasus-kasus sporadis, beberapa membentuk klaster kecil, dan ada pula klaser-klaster besar di kota berpenduduk padat.
Pada saat yang sama, kita juga menyaksikan implementasi yang luar biasa dalam kebijakan kesehatan publik, seperti tes, lacak, isolasi dan rawat, di lokasi paling sulit yang kini menjadi contoh bagaimana wabah Covid-19 seharusnya ditanggulangi. Salah satu contohnya adalah Dharavi, salah satu kawasan kumuh paling besar di Asia dan salah satu pemukiman paling padat di Bumi, di mana satu juta manusia hidup di area seluas 2,1 kilometer persegi. Di sana, vabah virus menciut menjadi kasus-kasus sporadis setelah protokol kesehatan diterapkan dengan ketat.
Apakah India membutuhkan pendekatan yang beragam untuk menanggulangi Covid-19?
Ketika negara-negara di dunia sekarang berusaha menyeimbangkan antara menyelamatkan nyawa atau sumber pendapatan, mereka harus fokus menyesuaikan protokol kesehatan dan sosial dengan epidemiologi lokal. Respons pemerintah harus mengacu kepada besarnya risiko di level subnasional atau bahkan di tingkat komunitas. Penentuan risiko juga harus didasarkan pada faktor-faktor epidemiologis, kapasitas medis dan kesehatan publik.
Kebijakan kesehatan dan pembatasan sosial selayaknya disesuaikan untuk melindungi kelompok paling lemah, dan menjadi pertimbangan utama dalam memutuskan untuk melonggarkan atau meneruskan pembatasan sosial.
Perubahan pada protokol kesehatan dan sosial, termasuk pembatasan sosial berskala besar, harus dilakukan untuk meminimalisir lonjakan kembali angka penularan Covid-19. Langkah-langkah berkelanjutan diperlukan untuk mencegah eskalasi wabah dengan memperlambat, meredam dan memutus rantai penularan.
Semua negara harus melanjutkan upaya pendeteksian dan pengetesan secara dini, mengisolasi dan memberikan layanan medis terhadap kasus yang sudah terkonfirmasi, dan melacak semua kontak, mempromosikan praktis higiene dan etiket menutup lubang pernafasan, melindungi tenaga medis dan meningkatkan kapasitas sistem kesehatan.
Kapan menurut Anda vaksin Covid-19 tersedia secara komersil?
Saat ini, lebih dari 165 bakal calon vaksin sedang berada dalam pengembangan. Dari jumlah itu, sekitar 26 kandidat vaksin sedang diujikan kepada manusia. Kami tahu setidaknya 3 atau 4 vaksin sudah memasuki fase ketiga uji klinis. AstraZeneca, Moderna dan Cansino sudah memulai fase tiga. Kami juga mengetahui bakal calon vaksin dari Rusia yang sudah memasuki fase ini. Beberapa lainnya masih berada di fase 1 atau 2, dan baru akan memasuki fase ketiga dalam beberapa bulan ke depan.
Bakal calon vaksin bisa bermacam-macam, vaksin virus menggunakan virus hidup yang sudah dibuat lemah, vaksin berbasis protein, dan vaksin DNA yang masih sangat baru.
Kecepatan pengembangan vaksin sejauh ini sudah sangat luar biasa. Kerangka waktu pengembangan ini memunculkan harapan, bahkan meski akan ada banyak faktor tak terduga yang bisa memperlambat keberhasilan mereka. Ada beberapa hasil studi yang sangat menjanjikan dari uji klinis untuk beberapa kandidat vaksin. Hasilnya sangat memuaskan.
Tapi kita harus menunggu hingga uji klinis kandidat vaksin sudah tuntas untuk bisa lebih memahami kapan vaksinnya akan bisa digunakan. Sangat penting bahwa vaksin memenuhi standar keselamatan dan keampuhan sebelum bisa digunakan secara massal terhadap manusia.
(Red: rzn/gtp)