REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Indonesia berharap perundingan intra-Afghanistan segera dimulai, menyusul persetujuan majelis besar Afghanistan, Loya Jirga, untuk membebaskan 400 tahanan Taliban guna membuka jalan menuju pembicaraan damai tersebut.
“Pada prinsipnya Indonesia menghormati hasil keputusan yang disepakati pada Loya Jirga Afghanistan dan berharap perundingan intra-Afghanistan dapat segera dimulai,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah dalam pengarahan media virtual, Kamis (13/8).
Menurut Faizasyah, Indonesia menghormati proses perdamaian yang dimiliki dan dipimpin Afghanistan sendiri, dan berharap perundingan intra-Afghanistan dapat menciptakan momentum positif dalam upaya mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama lebih dari 19 tahun di negara itu.
Indonesia juga siap dilibatkan jika diundang dalam negosiasi damai tersebut. “Pada waktunya nanti apabila ada undangan yang dimaksud bagi penyelenggaraan perundingan intra-Afghanistan, Menlu (Retno Marsudi) tentunya dengan senang hati memenuhi undangan tersebut,” kata Faizasyah.
1. #Indonesia welcomes the decision of Loya Jirga on remaining prisoners and look forward to the convening of Intra-Afghan Negotiation, which is Afghan-led and Afghan owned.
— MoFA Indonesia (@Kemlu_RI) August 12, 2020
Akhir pekan lalu, pemerintah Afghanistan akhirnya bersedia membebaskan 400 tahanan Taliban yang sangat “berbahaya”, yang merupakan syarat yang diajukan Taliban untuk bergabung dalam pembicaraan perdamaian.
“Untuk menghilangkan rintangan, memungkinkan proses perdamaian dimulai, dan mengakhiri pertumpahan darah, Loya Jirga menyetujui pembebasan 400 anggota Taliban,” kata majelis dalam sebuah resolusi.
Dengan pembebasan tersebut, pemerintah Afghanistan akan memenuhi janjinya untuk membebaskan seluruh 5.000 tahanan Taliban.
Pembicaraan antara Taliban dan pemerintah akan dimulai di Doha minggu ini, kata diplomat Barat, seperti dilaporkan Reuters.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengimbau kelompok gerilyawan itu agar berjanji untuk menerapkan gencatan senjata total menjelang pembicaraan damai.