Jumat 14 Aug 2020 05:57 WIB

Masalah Kesehatan Serius Terjadi pada Remaja Akibat Vaping

Anak-anak dan remaja sering menderita masalah pernapasan atau keracunan nikotin

Rep: Puti Almas/ Red: Gita Amanda
Rokok Elektrik/ Vape
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Rokok Elektrik/ Vape

REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA — Para dokter anak di Kanada melaporkan kasus cedera yang terkait dengan penggunaan produk rokok elektronik atau vaping. Setidaknya sepertiga kasus melibatkan masalah kesehatan yang sedang berlangsung. 

Dilansir CBC, data sementara dari Program Pengawasan Pediatrik Kanada menyoroti risiko vaping, serta penggunaan ganja nonmedis, terutama dalam konsumsi makanan yang tidak disengaja. Survei terhadap sekitar 1.100 dokter menemukan 88 kasus penyakit atau cedera vaping selama periode 12 bulan, dengan seperempat anak dirawat di rumah sakit.

Nicholas Chadi, spesialis pengobatan remaja dan kecanduan di Universitas Montreal, menduga ini hanyalah kondisi ‘puncak Gunung es’ karena jumlahnya tidak termasuk anak-anak yang beralih ke dokter keluarga atau perawat dengan masalah vaping. Ia prihatin bahwa sepertiganya memiliki masalah yang sedang berlangsung dan mengatakan bahaya vaping harus diberitahukan kepada anak-anak dan remaja saat mereka bersiap untuk kembali ke sekolah dan berkumpul kembali dengan teman-temannya. 

“Jika melihat apa yang mungkin terjadi di kota-kota kecil di mana kita memiliki dokter ruang gawat darurat yang bukan dokter anak yang menerima anak-anak ini, mungkin ada lebih banyak kasus cedera ini terjadi di Kanada," ujar Chadi.

Anak-anak dan remaja paling sering menderita masalah pernapasan atau keracunan nikotin, yang dapat menyebabkan detak jantung yang sangat cepat, pusing, sakit kepala, atau muntah.

Data tidak mengungkapkan masalah kesehatan apa yang sedang mereka derita. Namun, Chadi menduga diantaranya adalah batuk atau sesak napas, serta kemungkinan luka bakar yang membutuhkan waktu bertahap untuk sembuh secara total.

Survei tersebut juga tidak menangkap berapa banyak anak yang mungkin kecanduan vaping. Namun, diketahui sebanyak 13 kasus melibatkan anak-anak yang meminum cairan dari zat vaping, di mana setengahnya terjadi karena kecelakaan dan lebih sering terjadi pada balita dan anak pra-sekolah.

Tetapi, separuh insiden lainnya memang disengaja dan biasanya melibatkan mereka yang berusia 15 tahun ke atas. Remaja cenderung berperilaku lebih berisiko karena otak mereka masih berkembang.

"Mereka mungkin menggunakan lebih banyak, mencoba mengelabui perangkat atau bermain untuk membuatnya lebih kuat atau membuatnya lebih banyak mengeluarkan aerosol atau hal-hal seperti itu, yang akan meningkatkan risiko cedera," jelas Chadi tentang kebiasaan penggunaan vaping pada remaja. 

Chadi mengatakan paru-paru seorang remaja bisa lebih rapuh terhadap bahan kimia tertentu karena organ masih tumbuh dan berkembang di usia tersebut. Data survei muncul setelah sebuah penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan di Fakultas Kedokteran Universitas Stanford yang menemukan remaja berusia 13 hingga 24 tahun yang melakukan vape lima hingga tujuh kali lebih mungkin untuk didiagnosis dengan infeksi virus corona jenis baru (Covid-19).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement