REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Masjid Istiqlal KH Prof. Nasaruddin Umar mengatakan HUT ke-75 RI kali ini menjadi momentum memperkuat ketahanan nasional dalam menanggulangi dua virus yang kini tengah laten, Covid-19 dan paham radikal terorisme.
"Saat ini ada dua bahaya laten yang harus kita atasi, yaitu virus Covid-19, lalu yang kedua adalah radikal terorisme. Ini sama bahayanya," kata Prof. Nasaruddin Umar dalam keterangan tertulis, Jumat (14/8).
Sebagai warga bangsa, Covid-19 harus dan wajib disingkirkan dengan usaha dan doa tentunya. Selain itu, virus radikal terorisme juga perlu disingkirkan.
Terkait dengan kesiapsiagaan nasional dan momentum 17 Agustus, dia menyarankan generasi muda diajarkan bela negara sehingga para pemuda itu bisa memiliki semangat bela negara di dalam dirinya. Dalam rangka kesiapsiagaan nasional, dia mengusulkan bela negara kepada para pemuda di Tanah Air.
"Karena di Mesir itu sebelum S1, dia harus latihan wajib militer dahulu. Kalau semua anak muda kita didoktrin untuk bela negara dan mental ideologis serta dilatih secara fisik, saya kira daya tahan bangsa kita nanti pasti akan kuat," kata Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu.
Untuk mengisi kemerdekaan, masyarakat harus bekerja sama menanggulangi virus yang saat ini tengah melanda Indonesia hingga bersih dari lingkungan.
Menurut dia, peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk menanggulangi wabah Covid-19 saat ini.
Selain itu, dia juga berharap kerja sama masyarakat dan pemerintah memerangi atau memusuhi segala bentuk terorisme, kekerasan, dan semacamnya.
"Kalau ini dilakukan, saya kira kita akan hidup tenteram sebagai warga bangsa," kata Nasaruddin.
Untuk menanggulangi paham radikal terorisme, masyarakat harus memiliki pemahaman agama yang mendalam dan jangan belajar kepada guru yang tidak tepat.
Nasaruddin memandang perlu pemahaman Alquran dan hadits secara mendalam agar tidak melenceng. Masalahnya, pemahaman agama yang melenceng bisa bahaya dalam masyarakat.
"Oleh karena itu, belajarlah kepada sumber yang lebih baik. Jangan belajar kepada orang-orang yang tidak jelas sanad keilmuannya dari mana. Tiba-tiba datang dengan mengafirkan orang lain, membidahkan orang, jadi semua orang mau diajak berdebat. Bangsa kita yang seperti ini, yang sangat plural saya harap mari kita jalin persatuan dan kesatuan, bukan menekankan aspek perbedaan dan pertentangan," katanya.
Mantan wakil menteri agama ini memandang penting harus ada yang bisa menjadi contoh di dalam masyarakat dan dalam paling tidak dalam lingkungan untuk menjalankan agama secara toleran, termasuk memiliki jiwa nasionalisme untuk membangun bangsa.
Nasaruddin berpendapat nasionalisme memiliki banyak bentuk, seperti cinta produk dalam negeri dan cinta pemikiran dalam negeri.
"Jangan seoalah-olah pemikir barat itu benar, mutlak, atau timur tengah itu benar. Karena kebenaran itu universal, ada di sana, ada di sini. Sama juga kesalahan, ada di sana, ada di sini. Nasionalisme itu bukan hanya konsumsi produk dalam negeri, konsumsi pemikiran dalam negeri pun juga perlu," katanya.