REPUBLIKA.CO.ID, Islam merupakan motivator terbesar untuk pengembangan ilmu astronomi. Dari satu sisi, Islam memiliki kepentingan untuk mengetahui waktu-waktu pelaksanaan sholat dan penentuan arah kiblat.
Di sisi lain nas-nas Alquran secara terang-terangan mengajak untuk melihat ke ufuk untuk mengetahui tanda-tanda kebesaran Allah dan keindahan ciptaan-Nya.
Menurut Muhammad Gharib Jaudah dalam 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam, dari sinilah mereka mampu menciptakan karya-karya astronomi yang besar.
Adapun sebagian dari karya astronomi tersebut adalah meneliti tentang peristiwa gerhana matahari dan bulan serta mencari penyebabnya, sebagaimana mereka mencari penyebab-penyebab yang berhubungan dengan berbagai fenomena alam dan perbintangan lainnya. Seperti tenggelam dan terbitnya matahari, lingkaran sinar matahari (korona), dan waktu-waktu terbitnya bulan serta fatamorgana.
Selain itu, para ilmuwan ini juga yang pertama kali membuat dasar-dasar ilmu fisika matahari (solar physic) yang pada saat ini sangat dikenal. Para astronom Arab berhasil mengembangkan metode Ptolemaeus yang berbeda dengan gambaran Claudius Ptolemaeus tentang benda-benda luar angkasa. Teori inilah yang kemudian dikembangkan oleh astronom Belanda, Copernicus dan dianggap sebagai revolusi dalam ilmu astronomi.
Diakui atau tidak, kemajuan Barat menjejakkan kaki mereka di luar angkasa tak terlepas dari capaian peradaban Islam pada Abad Pertengahan. Armahedi Mahzar dan Yuliani Liputo dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam menjelaskan, pada abad ke-6 hingga abad ke-14 M, peradaban Islam menghasilkan banyak karya ilmiah di bidang sains dan teknologi.
Untuk menggambarkan kegemilangan ini, seorang sejarawan sains terkemuka, George Sarton, menuliskan dalam jilid pertama bukunya yang terkenal dalam bidang ini, Introduction to the History of Science berikut ini:
"Cukuplah kita menyebut nama-nama besar yang tak tertandingi di masa itu oleh seorang pun di Barat. Mereka adalah Jabir bin Hayyan, al-Kindi, al-Khawarizmi, al-Fargani, ar-Razi, Sabit bin Qurra, al-Battani, al-Farabi, Ibrahim bin Sinan, al-Mas'udi, at-Tabari, Abu al-Wafa, Ali bin Abbas, Abdul Qasim, Ibnu al-Jazzar, al-Biruni, Ibnu Sina, Ibnu Yunus, al-Kashi, Ibnu Haitam, Ali bin Isa al-Gazali, Umar Khayyam."
Jika seseorang mengatakan pada Anda bahwa Abad Pertengahan sama sekali steril dari kegiatan ilmiah, kutiplah nama-nama ilmuwan di atas. Mereka semua hidup dan berkarya dalam periode amat singkat, dari 750 hingga 1100 M.
Abu Yusuf Ya'qub bin Ishak al-Kindi adalah filsuf besar Islam yang menulis sejumlah buku astronomi, di antaranya adalah Risalah fi Masa'il Su'ila 'anha min Ahwal al-Makasib (jawaban persolan tentang planet-planet), Risalah Fi Jawab Masa'il Tabi'iyyah fi Kaifiyyat Nujumiyyah (Jawaban tentang persoalan fisika dan perihal bintang-bintang) dan Fi asy-Syu'a'at (perihal sinar).
Abu Hassan at-Tamimi menerjemahkan karya besar astronomi Persia pra-Islam Zij-i Syahi atau Zij-i Syariyari (tabel Raja) yang kemudian diberi komentar oleh Abu Masy'ar (dikenal di Eropa sebagai Albumasar).