REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto menyatakan akan terus berjuang dan membela kebenaran terkait dualisme kepengurusan partai yang didirikannya tersebut. Ia menolak keputusan Muchdi Pr diangkat sebagai ketua umum berdasarkan hasil Musyawarah Luar Biasa pada 11-12 Juli 2020.
"Kita prihatin dengan keadaan berbangsa dan bernegara kita, khususnya berpolitik kita setelah Golkar, PPP, dan kini melanda Partai Berkarya," kata Tommy saat berpidato dalam Silatuhrami Nasional DPP Partai Berkarya yang disiarkan secara daring melalui YouTube, Jumat.
Ia pun bersyukur sebagian besar kader Partai Berkarya hadir dalam kegiatan Silaturahmi Nasional. Para kader pun diminta selalu bersatu padu dan merapatkan barisan untuk membela kebenaran dan keadilan. Tommy berharap bisa kembali mengelola partainya secara sah, seperti tertuang dalam Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor MHH-04.AH.11.01 yang terbit 25 April 2018.
Oleh karena itu, pihaknya segera mengugat secara perdata ke Pengadilan Tata Usaha Negara terkait penerbitan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (SK Kemenkumham) tentang kepengurusan Partai Berkarya di bawah pimpinan Mayor Jenderal TNI (Purn) Muchdi Purwopranjono. "Kita juga melakukan laporan tindak pidana," katanya.
Dengan demikian, lanjut dia, pihaknya akan kembali lagi mengelola partai ini sesuai dengan apa yang dicanangkan dan diberikan SK-nya dengan Nomor MHH-04.AH.11.01 yang terbit 25 April 2018.
Kementerian Hukum dan HAM (Menkumham) telah menerbitkan Surat Keputusan tentang Pengesahan Kepengurusan DPP Partai Berkarya hasil Musyawarah Nasional Luar Biasa beberapa hari yang lalu. "Diharapkan, melalui jalur hukum yang ditempuhnya, maka SK MENKUMHAM Nomor M.HH-17.AH.11.01 Tahun 2020 dapat dianulir," tegas Tommy.
Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso menuturkan, Partai Berkarya bukan singkatan dari Partai Beringin Karya. Ia menjelaskan Partai Berkarya merupakan reinkarnasi dari organisasi politik bernama Nasional Republik yang dulu dipimpin kader Partai Berkarya, Neneng A Tuty.
"Partai Berkarya dari sananya didirikan bukan singkatan apa-apa. Ini murni pandangan Tommy untuk menyebut nama Partai Berkarya yang bukan singkatan dari apa yang menamakan dirinya beringin karya atau apapun itu," ucap Santoso.
Ia pun menyatakan bahwa Partai Berkarya digagas dengan satu ikon yakni mendiang Presiden Soeharto. Bahkan, masyarakat Indonesia tahu bahwa Partai Berkarya dipimpin oleh Tommy, putra bungsu mendiang Soeharto.
"Kalau kemudian ada partai yang tetap menamakan dirinya, mendompleng dengan nama Partai Berkarya, sementara dipimpin dengan tidak trahnya Pak Harto apakah itu masuk akal?" kata Priyo