REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK— Dolar Amerika Serikat merosot lagi pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), jatuh selama delapan pekan berturut-turut, karena investor membidik mata uang lain yang ekonominya saat ini mengungguli Amerika Serikat dalam hal mengelola pandemi virus corona.
Penundaan lolosnya stimulus Amerika Serikat tambahan untuk bantuan virus corona juga tidak membantu dolar.
Penurunan dolar selama delapan pekan berturut-turut mewakili penurunan pekanan terpanjang dalam satu dekade, data Refinitiv menunjukkan, dengan kumpulan data ekonomi Amerika Serikat yang lumayan pada Jumat (14/8/2020) gagal mengangkat greenback.
"Karena jumlah kasus virus corona yang lebih tinggi di Amerika Serikat, Anda memiliki prospek pembatasan yang lebih lama," kata Ranko Berich, kepala analisis pasar di Monex Europe di London.
"Anda memiliki prospek hambatan yang lebih lama terhadap perilaku manusia dan itu berarti pemulihan yang lebih lambat di Amerika Serikat daripada negara maju lainnya."
Amerika Serikat memiliki 5,01 juta kasus virus corona yang dikonfirmasi dan lebih dari 160 ribu kematian, lebih dari negara mana pun.
Harapan untuk stimulus tambahan untuk memerangi pandemi memudar pada Jumat (14/8/2020), dengan Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat dalam masa reses dan tidak ada pembicaraan baru yang dijadwalkan dengan negosiator Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Trump, bagaimanapun, mengumumkan pada Jumat (14/8/2020) bahwa Gedung Putih sedang bersiap untuk memberikan bantuan atas penderitaan ekonomi yang disebabkan oleh virus ketika undang-undang macet di Kongres, mengatakan pemerintahannya meningkatkan pengiriman uang ke keluarga-keluarga, pemerintah negara bagian dan lokal, serta bisnis.
Pasar, bagaimanapun, bereaksi sedikit terhadap pengumumannya. Pada perdagangan sore, indeks dolar tergelincir 0,1 persen menjadi 93,124. Indeks mencatat penurunan delapan pekan berturut-turut, kerugian beruntun terburuk sejak Juni 2010.
Dolar tidak tergerak setelah data menunjukkan kenaikan 1,2 persen pada angka utama penjualan ritel Amerika Serikat pada Juli, yang lebih rendah dari perkiraan, tetapi lebih tinggi dari perkiraan kenaikan sebesar 1,9 persen, tidak termasuk otomotif.
Laporan lain seperti sentimen konsumen AS dan produksi industri berdampak kecil pada dolar pada Jumat (14/8/2020).
Terhadap mata uang lainnya, dolar mengalami kenaikan persentase pekanan terbaiknya terhadap yen dalam dua bulan. Terakhir turun 0,3 persen pada 106,60 yen. Euro, sementara itu, melanjutkan kenaikannya, menguat 0,2 persen menjadi 1,1835 dolar, naik selama delapan pekan berturut-turut.
Meningkatnya keyakinan pada rebound Eropa dan kekhawatiran tentang tanggapan Amerika Serikat ketika virus corona menyebar dan politisi tetap menemui jalan buntu atas paket bantuan berikutnya telah mendukung euro.
"Kami melihat euro menyentuh 1,19 dolar minggu lalu, tetapi kami belum benar-benar naik ke sana lagi," kata John Doyle, wakil presiden bidang transaksi dan perdagangan di Tempus, Inc. di Washington.
Kerugian terbesar pekan ini dialami dolar Selandia Baru yang turun 0,8 persen terhadap dolar pekan ini, penurunan mingguan terburuk sejak pertengahan Juni.
Bank sentral Selandia Baru, Reserve Bank of New Zealand, pekan ini meningkatkan pembelian obligasi dan kembali menyebutkan prospek suku bunga negatif.