REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM -- Menteri Intelijen Israel, Eli Cohen, menyatakan, Bahrain dan Oman kemungkinan akan menjadi negara Teluk berikutnya yang meresmikan hubungan dengan Israel. Momen ini menyoroti keputusan Uni Emirat Arab yang menjalin hubungan secara resmi dengan negara tersebut.
"Setelah perjanjian ini (dengan UEA) akan datang perjanjian tambahan, baik dengan lebih banyak negara Teluk dan dengan negara-negara Muslim di Afrika," ujar Cohen mengatakan kepada Army Radio.
Cohen menyatakan, negara-negara Afrika akan mengikuti langkah UEA dalam menyepakati hubungan secara resmi dengan Israel. Setelah Bahrain dan Oman, kemungkinan besar akan dilanjutkan dengan Sudan. "Selain itu, dalam penilaian saya, ada kemungkinan tahun depan sudah ada kesepakatan damai dengan negara-negara lain di Afrika, salah satunya Sudan," ujar Cohen.
Bahrain dan Oman memang telah menyatakan pujian atas kesepakatan UEA-Israel. Meski hingga saat ini, kedua negara tidak ada yang berkomentar tentang prospek untuk menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv. Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah bertemu dengan para pemimpin Oman dan Sudan dalam dua tahun terakhir.
Seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa Gedung Putih telah berhubungan dengan banyak negara di kawasan Afrika. Langkah ini untuk mencoba melihat kemungkinan lebih besar dalam kesepakatan yang akan terwujud. Pejabat itu menolak menyebutkan nama negara, tetapi mengatakan mereka adalah negara Arab dan Muslim di Timur Tengah dan Afrika.
Israel dan UEA mengumumkan bahwa mereka akan menormalkan hubungan diplomatik dan menjalin hubungan baru yang luas pada 13 Agustus. Kesepakatan yang ditengahi dengan bantuan AS akan memperkuat oposisi terhadap kekuatan regional Iran. Palestina mengecam kesepakatan itu sebagai pengkhianatan.
Israel menandatangani perjanjian damai dengan Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994. Namun UEA, bersama dengan sebagian besar negara Arab lainnya, tidak memiliki hubungan diplomatik atau ekonomi formal dengan Israel.