REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang suami tentu wajib memberikan nafkah kepada istri. Namun sebagian dari kita mungkin masih ada yang bingung, kapan sebetulnya suami menafkahi istri? Apakah persis setelah akad atau saat sudah tinggal bersama?
Ustazah Aini Aryani memberikan penjelasan melalui laman resmi Rumah Fiqih Indonesia. Dia menjelaskan, bahwa salah satu kewajiban isteri yaitu tinggal pada rumah yang sudah ditentukan oleh suaminya. Dengan tinggal bersama suaminya itu, maka menyebabkan seorang istri berhak mendapatkan nafkah.
"Hal ini dalam ilmu Fiqih disebut 'tamkin' yang secara bahasa berarti menetap. Maksudnya, menetapnya istri dan tinggal bersama suaminya," jelasnya.
Lebih lanjut, Ustazah Aini memaparkan, kewajiban memberi nafkah seorang suami kepada istri baru berlaku ketika istri mulai tinggal menetap bersama suaminya seusai akad nikah. Dengan begitu, kewajiban suami memberi nafkah kepada isteri belum berlaku jika hanya akad nikah tetapi belum tinggal bersama.
Hal itu merupakan pendapat jumhur ulama fiqih dari beberapa mazhab seperti Maliki, Syafii, dan Hambali. "Dasarnya adalah apa yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap Aisyah RA. Memang ada jeda waktu semenjak beliau SAW menikahi Aisyah hingga Aisyah tinggal bersama," paparnya.
Ada versi yang menyebutkan Aisyah dinikahi Nabi Muhammad SAW saat usianya 6 tahun. Ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, "Bahwa Nabi SAW menikahi Aisyah ketika berusia enam tahun.
Namun setelah menikah, Nabi Muhammad SAW dan Aisyah tidak lantas tinggal bersama. Keduanya baru tinggal bersama saat Aisyah berusia 9 tahun. Selama masih belum serumah itulah ternyata Rasulullah SAW belum memberi nafkah kepada Aisyah.
Dari kondisi tersebut, maka jumhur ulama berpendapat nafkah baru berlaku ketika istri mulai tinggal bersama suami, bukan sejak akad nikah. Dalam kitab "Al-Kifayah 'Ala Al-Hidayah" disebutkan, "Bila istri belum tinggal di rumah suaminya maka dia tidak berhak mendapatkan nafkah."
Ad-Dardir, salah satu ulama terkemuka dalam Mazhab Maliki juga punya pendapat serupa sebagaimana dalam kitab Asyarhu Al-Kabir. "Wajib diberikan nafkah kepada istri yang sudah menetap bersama suaminya, serta dimungkinkan untuk diajak jima' tanpa halangan."
Dalam konteks di mana saat suami mengajak istri tinggal bersama tetapi si istri menolak dan bersikeras hidup terpisah dari suami, maka gugurlah kewajiban suami memberi nafkah. Penolakan istri terhadap ajakan istri itu termasuk sikap nusyuz yang menggugurkan kewajiban suami memberi nafkah.
"Nusyuz adalah tindakan atau sikap isteri yang mengindikasikan ketidakpatuhan pada suami, atau menolak memberikan atau melakukan apa yang menjadi hak suami atasnya," terang Ustazah Aini.