REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir mulai membuang bahan-bahan berbahaya dan barang-barang yang ditinggalkan di sejumlah gudang di pelabuhan. Mesir ingin melindungi negaranya dari ledakan tak terduga seperti yang terjadi di pelabuhan Beirut, Lebanon pada 4 Agustus lalu.
"Apa yang terjadi di Beirut membuat kami memeriksa situasi kami sendiri dan kami benar-benar menyingkirkan sejumlah besar material yang terbengkalai dan terlantar serta berbahaya yang ada di pelabuhan," ujar Menteri Keuangan Mohamed Mait.
Mait mengatakan ada beberapa barang yang telah dikirim ke sejumlah kementerian termasuk minyak,dan alat pertahanan. Dia memastikan pada Desember mendatang gudang pelabuhan di Mesir akan benar-benar bersih dari barang-barang yang terbengkalai.
Beberapa hari setelah terjadi ledakan di Beirut, Kementerian Penerbangan Sipil Mesir memerintahkan peninjauan material di bandara dan pemindahan barang berbahaya ke penyimpanan yang aman. Mesir tidak ingin kejadian di pelabuhan Beirut menimpa negaranya.
Sebelumnya, sebuah ledakan dahsyat terjadi di pelabuhan Beirut yang disebabkan oleh lebih dari 2.000 ton amonium nitrat yang disimpan di salah satu gudang selama tujuh tahun. Ledakan ini menewaskan lebih dari 170 orang dan lebih dari 5.000 lainnya mengalami luka-luka. Ledakan tersebut juga menyebabkan kerusakan di sebagian besar ibu kota Lebanon.
Ledakan ini memicu kemarahan warga kepada elit politik yang berkuasa. Hal ini menyebabkan Perdana Menteri Hassan Diab dan jajarannya mengundurkan diri.
Beberapa warga Lebanon meragukan pihak berwenang dapat melakukan penyelidikan dengan transparan. Kepercayaan warga terhadap pemerintah telah menurun dan sebelumnya telah mengalami krisis keuangan secara berlarut-larut.