REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL — Korea Selatan (Korsel) tengah menghadapi lonjakan kasus Covid-19 harian yang terbesar dalam lima bulan terakhir. Pada Ahad (16/8), sebanyak 279 kasus terbaru dilaporkan.
Dilansir BBC, penambahan kasus Covid-19 di Korsel dikaitkan dengan klaster di rumah ibadah umat Kristiani, salah satunya adalah Gereja Sarang Jeil. Selain itu, Gereja Shincheonji menjadi klaster awal kasus terbesar di Negeri Ginseng, di mana ini terkait dengan lebih 5.200 kasus yang melibatkan jamaah kultus tersebut.
Lonjakan kasus Covid-19 harian di Korsel saat ini telah mencapai yang tertinggi sejak Maret. Secara keseluruhan, terdapat 15.515 kasus infeksi virus corona jenis baru yang dikonfirmasi hingga Senin (17/8).
Setidaknya 193 kasus COVID-19 terbaru di Korsel terkait dengan Gereja Sarang Jeil. Hal ini telah membuat petugas kesehatan bergegas menguji seluruh 4.066 jamaah di rumah badah tersebut.
Presiden Korsel Moon Jae-in mengatakan bahwa klaster kasus COVID-19 terbaru di Gereja Sarang Jeil merupakan tantangan terbesar bagi pemerintah negara itu setelah Gereja Shincheonji.
Pemimpin Gereja Shincheonji, Lee Man-hee, telah ditangkap awal bulan ini atas tuduhan menyembunyikan informasi tentang jamaah dan pertemuan yang dilakukan kultus tersebut dari pihak berwenang, membuat sulitnya upaya pelacakan kontak untuk mengendalikan virus.
Gereja Shincheonji mengatakan dalam sebuah pernyataan telah prihatin dengan keselamatan anggota tetapi tidak pernah menyembunyikan informasi. Belum banyak yang diketahui tentang Gereja Sarang Jeil yang berbasis di Ibu Kota Seoul tersebut, kecuali salah satu pendeta bernama Jun Kwang-hoon yang menjadi kritikus pemerintah blak-blakan.
Selama ini, Jun Kwang-hoon dilaporkan memimpin beberapa demonstrasi anti-pemerintah. Bahkan, awal pekan ini ia melanggar aturan isolasi mandiri dengan berpartisipasi di aksi unjuk rasa di Seoul.
Moon Jae-in telah memanggil anggota Sarang Jeil yang mengikuti demonstrasi bersama Jun Kwang-hoon. Ia menyatakan kekhawatiran dan mengatakan bahwa orang-orang tersebut telah mengambil bagian dalam tindakan tak termaafkan yang mengancam kehidupan orang-orang.
Menurut Korean Herald, Jun Kwang-hoon pernah terdengar mengatakan kepada para pengikutnya pada sebuah demonstrasi di awal tahun ini bahwa meninggal karena penyakit adalah tindakan patriotik. Bahkan, ia menyebut mereka yang memiliki penyakit akan sembuh jika mengikuti aksi unjuk rasa.
Jun Kwang-hoon juga telah didakwa pada awal tabun ini atas tuduhan pencemaran nama baik setelah menyebut Moon Jae-in sebagai mata-mata Korut. Pemerintah kota Seoul mengatakan akan mengambil tindakan karena pelanggaran karantina mandiri yang menghambat upaya pihak berwenang dalam membatasi penyebaran Covid-19.
Saat ini di tengah pandemi Covid-19 yang masih mengancam, Korsel memberlakukan pembatasan pertemuan di dalam ruangan, dengan jumlah maksimal 50 orang dan pertemuan di luar ruangan maksimal 100 orang. Negara ini telah dianggap sukses dalam menangani pandemi setelah mencatat kasus dengan angka rendah awal tahun ini.