REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Epidemiolog dan juga Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas (Unand) Defriman Djafri menyoroti kenaikan angka kasus Covid-19 di Sumatra Barat dalam dua pekan terakhir. Defriman menyebut setelah Idul Fitri situasi Covid-19 di Sumbar sempat menurun. Sumbar bahkan termasuk provinsi yang mendapat apresiasi oleh Presiden Joko Widodo karena berhasil mengendalikan pandemi virus corona.
Meski begitu, menurut Defriman, terkendali secara internal atau di dalam provinsi bukan berarti Sumbar sudah aman dari penularan Covid-19. Karena sejak new normal keran arus kaluar masuk orang sudah terbuka lebar. Orang keluar masuk Sumbar juga banyak dari dan menuju zona merah atau provinsi lain yang belum berhasil mengendalikan pandemi.
"Dalam pengendalian Covid, kita tak hanya bicara di dalam. Kita juga harus mempertimbangkan daerah-daerah lain terutama yang berbatasan langsung. Terkendali di dalam, belum tentu aman. Ancaman dari luar itu nyata," kata Defriman kepada Republika di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unand, Selasa (18/8).
Defriman berharap pemerintah harus melakukan pembatasan secara bertahap agar arus keluar masuk tidak semakin menambah angka penularan. Bila nanti situasi kepanikan akibat ledakan kasus terjadi lagi bukan tidak mungkin menurut Defriman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan lagi. Karena ketika berbicara wabah, penularan adalah dari orang ke orang. Jadi cara mengatasinya dengan membatasi pergerakan orang tersebut.
Selain itu, untuk memangkas mata rantai penularan, juga harus ada konsistensi melakukan edukasi dan promosi kesehatan kepada semua masyarakat. Kunci dalam memutus mata rantai penularan juga terletak pada masyarakat dengan disiplin menerapkan protokol Covid-19.
Defriman melihat perlu ada solidaritas bersama antara pemerintah dengan masyarakat. Karena kondisi Covid-19 ini tidak dapat dibebankan kepada pemerintah saja.
"Kalau nanti kolaps, yang salah bukan pemerintah saja. Karena masyarakat juga abai," ujar Defriman.