Selasa 18 Aug 2020 16:26 WIB

Kementan Rekomendasikan Peternak Ikut Pola Kemitraan Usaha

Pola kemitraan menjadi sandaran peternak mendapatkan penghasilan yang layak

Peternak mengambil telur ayam negeri di Kulonprogo, Yogyakarta. Kementan merekomendasikan peternak mengikuti pola kemitraan usaha.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Peternak mengambil telur ayam negeri di Kulonprogo, Yogyakarta. Kementan merekomendasikan peternak mengikuti pola kemitraan usaha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) memastikan pola kemitraan usaha ayam ras pedaging (broiler) tetap seimbang dan menguntungkan peternak. Bahkan dalam kondisi menurunnya harga livebird saat ini, pola kemitraan menjadi sandaran peternak mendapatkan penghasilan yang layak.

Direktur Jenderal PKH, Nasrullah mengatakan bahwa kemitraan telah diamanahkan dalam Permentan No. 13 Tahun 2017 tentang kemitraan usaha peternakan yaitu kerja sama antar usaha peternakan atas dasar prinsip saling memerlukan, memperkuat, menguntungkan, menghargai, bertanggung jawab dan ketergantungan.

Lebih lanjut Dirjen PKH menjelaskan bahwa kemitraan usaha peternakan meliputi pola inti plasma, bagi hasil, sewa, perdagangan umum dan sub kontrak. Pola kemitraan yang ada di usaha ayam broiler umumnya mengikuti pola inti plasma yang menyebutkan hubungan kemitraan antara perusahaan peternakan atau bidang lain sebagai inti dan peternak sebagai plasma.

Dalam kemitraan usaha ayam broiler, peternak sebagai pihak plasma mendapatkan jaminan supply DOC, pakan ternak, obat vaksin disenfektan (OVD) dan jaminan pemasaran sesuai harga kontrak mengacu perjanjian tertulis dengan perusahaan sebagai pihak inti.

Peternak plasma biasanya menyediakan kandang, sarana peralatan dan tenaga kerja untuk memelihara ayam broiler sejak DOC sampai panen. Kemudian perusahaan berkewajiban menyerap seluruh hasil panen peternak dalam bentuk livebird (LB) dengan harga kontrak. Bahkan peternak masih mendapatkan tambahan penghasilan berupa insentif atas kinerja pemeliharaan dan bonus pasar jika harga pasar melebihi harga kontrak LB berdasarkan selisih harga besarnya sekitar 20% diperhitungkan dengan total ayam terpanen.

"Faktanya peternak plasma mendapatkan jaminan pemasaran dan harga panen livebird berdasarkan perjanjian tertulis antara pihak perusahaan sebagai inti dan peternak sebagai plasma. Jadi seimbang," ujar Nasrullah dalam siaran persnya, Selasa (18/8).

Hal ini membuktikan bahwa kemitraan usaha direkomendasikan layak dan relevan terhadap perlindungan peternak UMKM. Sebaliknya pihak perusahaan sebagai inti  juga bergantung kepada peternak plasma untuk memelihara ayam tanpa harus membangun kandang sendiri. Sehingga menurut Nasrullah keseimbangan terjadi pada pola kemitraan usaha karena menitikberatkan aspek saling ketergantungan kedua pihak.

Struktur perunggasaan saat ini menurut media diberitakan dikuasai oleh beberapa pihak saja. Mengacu data Sistem Online Perunggasan Nasional Ditjen PKH, faktanya menunjukkan bahwa produksi daging ayam broiler tahun 2019 sebanyak 3.466.189 ton sebagian besar dihasilkan dari peternak di luar perusahaan (ekternal) sebesar 66,67 persen dan internal perusahaan sebesar 33,33 persen.

Diketahui, penetapan impor DOC GPS ayam ras untuk kebutuhan dalam negeri mengacu pada basis kalkulasi teknis rencana produksi National Stock Replacement (NSR) yang merupakan amanah Permentan No. 32 tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Saat ini terdapat 15 perusahaan pembibit GPS broiler dan 47 perusahaan pembibit PS dan masing-masing memiliki pangsa pasar tersendiri.

Menanggapi pemberitaan terkait pengajuan tambahan impor GPS untuk PT Japfa Comfeed Indonesia tbk, sesungguhnya pengajuan tersebut diperuntukkan untuk dukungan tujuan ekspor. PT Japfa Comfeed Indonesia tbk Tahun 2018 telah mendapatkan tambahan impor GPS sebanyak 18.500 ekor D-line. Ditjen PKH telah melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap kinerja ekspor PT Japfa Comfeed Indonesia tbk. Evaluasi dilakukan melalui kajian teknis terhadap realisasi ekspor produk unggas yang diperhitungkan setara impor DOC GPS tersebut.

"Data realisasi ekspor PT Japfa Comfeed Indonesia tbk berupa telur HE GPS-PS dan DOC FS diperhitungkan setara impor DOC GPS terhitung sejak Januari 2019-Maret 2020 telah dikonfirmasi dan diperiksa dengan cermat serta menunjukkan kecocokan dengan data Badan Karantina Kementan," ungkap Nasrullah.

Berdasarkan hasil kajian teknis Tim Ditjen PKH menunjukkan realisasi ekspor produk unggas PT Japfa Comfeed tbk dihitung setara DOC GPS sebesar 52,18 persen dari jumlah impor GPS untuk dukungan tujuan ekspor sebanyak 18.500 ekor D-line.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement