REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para petani di Provinsi Sulawesi Tengah dalam dua tahun terakhir ini mulai tertarik mengembangkan komoditi bernilai ekonomis tinggi yaitu tanaman nilam.
Efer, salah seorang petani di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, membenarkan banyak petani yang menanam nilam, sebab selain perawatannya mudah, juga harganya di pasaran semakin membaik.
Lagi, pula, kata dia, komoditi perkebunan itu tidak memerlukan lahan yang luas. Selain itu, nilam juga dapat ditanam di bawah tanaman lainnya dan sama sekali tidak menggangu bagi tanaman utama seperti pohon kelapa atau coklat dan lainnya.
Di Kabupaten Banggai, saat ini banyak petani yang mengembangkan komoditi tersebut dan hasilnya cukup mengembirakan. Bayangkan saja dalam 1 kg minyak nilai seharga Rp600 ribu.
Hal senada juga disampaikan Johon, seorang petani di Kabupaten Tojo Una-Una.
Ia selain komoditi jagung sebagai tanaman unggulan dan primadona petani di daerah tersebut, juga akhir-akhir ini tanaman nilam mulai banyak dibudidayakan petani.
Petani di daerah itu cukup tertarik mengembangkan komoditi nilam kerena tergiur dengan harga minyak nilam di pasaran cukup tinggi.
Bahkan ada petani yang terbilang ekstrem demi mengembangkan tanaman nilam, tanaman tahunan lain seperti coklat dimusnahkan dan diganti dengan tanaman nilam.
Dia mengaku menembang semua pohon coklat, karena selain sudah kurang produktif, juga karena rawan hama penggerek buah kakao (PBK).
Menurut dia, dari pada hasilnya sudah tidak maksimal, lebih baik ditebang dan diganti dengan tanaman nilam yang memang harganya di pasaran cukup tinggi.
Lagi pula, pengembangannya pada tahap awal saja yang memerlukan perlakuan khusus dan serius. Tapi jika sudah tumbuh dan tiba waktu panen akan sangat menguntungkan petani.
Komoditi nilam awal mulanya banyak dikembangkan di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong.
Data BPS tahun 2017, luas areal komoditi nilam di Sulteng 1.127 hektare dengan produksi 1.892 ton.
(T.BK03/)