Rabu 19 Aug 2020 05:00 WIB

Caroline, Penjaga Bar yang Menjahit Jilbab Usai Jadi Mualaf

Caroline mengikuti jejak suaminya menjadi mualaf.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
Caroline, Penjaga Bar yang Menjahit Jilbab Usai Jadi Mualaf. Foto Ilustrasi: Mualaf tengah membaca literatur Islam/ilustrasi
Foto: onislam.net
Caroline, Penjaga Bar yang Menjahit Jilbab Usai Jadi Mualaf. Foto Ilustrasi: Mualaf tengah membaca literatur Islam/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SWISS -- Caroline adalah salah seorang pekerja di sebuah bar di Swiss. Caroline sangat menyukai pekerjannya itu menjadi seorang barkeeper.

Sayangnya, pandemi covid-19 membuat bar tempatnya bekerja harus tutup dan ia harus diam di rumah. Pada awal-awal, ia masih memperoleh upah dari bosnya. Sayangnya hal ini tidak berlangsung lama. Hingga pada suatu waktu ia pun harus keluar dari tempatnya bekerja.

Baca Juga

Caroline menjadi pengangguran, begitu juga suaminya. Mereka kehilangan pekerjaan dan lebih banyak berdiam diri di rumah tampa aktifitas yang berarti.

Kebosanan dan rasa jenuh mulai menggerogoti. Suaminya sudah mulai menyibukkan diri dengan membaca buku. Buku-buku tentang Islam yang sudah lama tersimpan pemberian dari teman suaminya.

“Suamiku menjadi sangat spiritual selama ini," kata Caroline dilansir dari About Islam, pada Selasa (18/8).

Suatu hari, kata Caroline, suaminya mulai mengajaknya untuk juga membaca buku-buku tersebut. Tapi Caroline masih belum tertarik. Hanya saja, ia tidak ingin memperkeruh suasana yang sudah cukup buruk karena Pandemi.

"Saya ingin menghindari pertengkaran dengan cara apa pun. (Jadi) saya membaca buku-buku ini juga," ungkapnya

Sejak banyak membaca, kepercayaannya atas kehadiran Tuhan menjadi semakin menarik. Padahal sebelumnya, Caroline mengaku dirinya bukanlah sosok yang religius. Tapi suaminya berhasil mengubahnya dan percaya akan keberadaan Tuhan.

Suaminya mulai banyak berbicara soal Islam. Termasuk mengenai segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dengan alasan dan bahwa Tuhan mengetahui segala perbuatan umatnya setiap saat.

"Semakin dia memberi tahu saya tentang pemikirannya tentang Tuhan, semakin saya merasa bahwa dia mengatakan sesuatu yang benar,” ujar Caroline.

Tak lama kemudian, suami Caroline memutuskan untuk memeluk Islam lebih dulu, dan mulai mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

“Ketika suami saya menjadi Muslim, saya terkejut. Ya, dia telah berbicara tentang Tuhan dan Islam selama berminggu-minggu, tetapi saya masih tidak benar-benar berpikir bahwa dia akan masuk Islam," ucapnya.

"Maksud saya, tidak selalu mudah menjadi seorang muslim di masyarakat kita. Apalagi bagi perempuan muslim, ia harus memakai kerudung. Tapi dia sangat bertekad. Saya tahu dia serius karena dia bukan tipe orang yang melakukan sesuatu tanpa keyakinan pribadinya,” jelas Caroline.

Caroline tidak langsung mengikuti jejak suaminya untuk masuk Islam. Tetapi melihat perubahan pada suaminya yang lebih tenang dan memiliki semangat baru, Caroline tertarik.

“Awalnya saya ragu-ragu karena saya sangat khawatir tentang konsekuensi menjadi Muslim. Saya tidak suka melakukan sesuatu dengan setengah hati. Jadi, jika saya menerima Islam, saya ingin melakukannya dengan benar. Ini termasuk menggunakan jilbab," jelas Caroline.

“Tapi suamiku berkata bahwa jika kita benar-benar percaya pada Tuhan, kita tahu bahwa Dia akan menjaga kita.” ucapnya.

Setelah menerima Islam dan memakai jilbab, Caroline tidak bisa kembali melamar kerja sebagai penjaga bar. Ia tetap tinggal di rumah dan memikirkan cara untuk mencari nafkah, dan ia mengingat keterampilan dalam menjahitnya.

“Mengapa tidak mencoba membuat jilbab sendiri?” ujarnya.

Caroline kemudian mulai berlatih dengan mesin jahitnya, memikirkan cara-cara cantik untuk memotivasi wanita Muslim lainnya untuk memakai jilbab mereka.

Ternyata keputusannya memakai jilbab mendapat banyak apresiasi. Banyak perempuan muslim yang membeli jahitannya.

“Saya sangat senang mengikuti suami saya masuk Islam. Saya kehilangan pekerjaan tetapi saya memperoleh lebih banyak dan lebih baik. Kadang-kadang orang melihat saya dengan cara yang aneh, tapi itu tidak seburuk yang saya bayangkan. Tuhan memberkahi saya dengan bisnis saya sendiri. Saya tidak bergantung pada bos mana pun lagi. Saya menghabiskan lebih banyak waktu dengan suami saya dan kami berdua belajar sesuatu yang baru tentang Islam setiap hari. Alhamdulillah," ungkapnya penuh rasa syukur.

Sumber:

https://aboutislam.net/reading-islam/my-journey-to-islam/from-barkeeper-to-sewing-headscarfs/

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement