REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Prangsangka merupakan bagian dari perkataan bohong yang berujung pada fitnah. Maka dari itu jauhi prasangka karena hal itu bagian dari dosa besar.
Nabi Muhammad SAW telah mengingatkan agar kita menjauhi dari perasangka: إيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فإنَّ الظَّنَّ أكذَبُ الحَدِيثِ
"Jauhilah kalian dari prasangka buruk karena prasangka buruk itu perkataan yang paling bohong." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dikisahkan dalam buku 30 Nasihat Nabi Sehari-Hari karangan Muhammad Suhadi, Lc Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwa pada saat berada di Masjidil Haram ke Abu Sa'id al-Kharaj pernah bertemu dengan seorang kakek peminta-minta.
Pakaiannya lusuh dan compang-camping. Pertemuan itu sangat berkesan baginya. Pasalnya dari pertemuan itu Ia mendapatkan suatu pelajaran dan hikmah luar biasa di dalam hidupnya.
Dengan penuh harap, kakek itu menghampiri dan bertanya kepada Abu Sa'id. "Wahai tuan, apakah tuan akan memberikan uang atau makanan kepadaku ?"
Entah mengapa saat itu Abu Said tidak langsung memberinya uang. Ia malah menggerutu dalam hatinya. "Huh kelakuan kakek ini menyusahkan banyak orang!".
Sungguh di luar dugaan, perkataan Abu Sa'id dalam hati itu seolah-olah terdengar oleh si kakek, kakek pun berujar, "Ketahuilah tuan, Allah Mahamengetahui apa yang ada di dalam hatimu." Astagfirullah!"
Abu Sa'id memohon ampun kepada Allah atas kekhilafannya. Kakek itu kembali berkata. "Allah akan menerima taubat hamba-Nya dan memaafkan semua kesalahan serta mengetahui apa yang Tuhan kerjakan."
Abu Said benar-benar menyesal telah berburuk sangka kepada kakek tersebut," Maka sejak itu, Abu Said tak pernah lagi buruk sangka kepada siapapun. "Berprasangka buruk kepada orang lain, meski diucapkan dalam hati pasti diketahui oleh Allah," katanya.
Suhadi pun mengingatkan jangan pernah menyepelekan prasangka, meskipun hanya dalam hati. Dari prasangka buruk yang dianggap sepele itulah biasanya menyebarkan fitnah.
Suhadi, mengatakan meski berprasangka itu dilarang, akan tetapi tidak semua prasangka itu dilarang karena prasangka ada tiga macam:
Pertama prasangka yang diharamkan, yaitu prasangka buruk yakni meyakini sisi buruk seseorang dan lebih menguatkannya dibandingkan sisi baiknya.
Kedua prasangka yang diperbolehkan yaitu orang yang ragu dalam jumlah rakaat sholat. Makan ia boleh mengikuti prasangka yang diyakininya.
dianjurkan atau diperintahkan, seperti prasangka saksi yang adil, mengikuti prasangka suatu dalil dalam fiqih, atau prasangka dalam ilmu jarh wa ta’dil, dan berbaik sangka kepada Allah dan kepada kaum Muslimin yang adil.