REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat Provinsi Jatim mengalami kenaikan ekspor pada bulan Juli tahun ini sebesar 13,06 persen dari total nilai ekspor Juni 2020 meski di tengah pandemi COVID-19.
"Hal ini karena kinerja sektor migas maupun nonmigas yang mengalami peningkatan," kata Kepala BPS Jatim Dadang Hardiwan dalam keterangan pers virtual bersama wartawan di Surabaya, Selasa (18/8). Ia menyebutkan kenaikan nilai ekspor Juli 2020, yaitu dari 1,39 miliar dolar AS menjadi 1,57 miliar dolar AS.
Catatan ekspor sektor nonmigas meningkat sebesar 8,46 persen pada bulan Juli 2020, yaitu dari 1,35 miliar dolar AS menjadi 1,47 miliar dolar AS, atau menyumbang sebesar 93,21 persen dari total ekspor.
Nilai ekspor sektor migas naik sebesar 171,46 persen dari data bulan sebelumnya, yaitu dari 39,29 juta dolar AS menjadi 106,66 juta dolar AS, atau menyumbang 6,79 persen dari total ekspor Jawa Timur pada bulan Juli 2020.
Jika dikelompokkan berdasarkan golongan barang (HS) dua digit, kata dia, golongan barang tembaga (HS 74) menjadi komoditas ekspor nonmigas utama Jawa Timur dengan nilai transaksi sebesar 135,82 juta dolar AS, atau naik 10,56 persen dari data bulan sebelumnya.
Berikutnya, tembaga yang berkontribusi sebesar 9,27 persen total ekspor nonmigas Jatim pada bulan Juli 2020 dengan tujuan ekspor dominasi ke Tiongkok dengan nilai 92,64 juta dolar AS.
Sementara itu, untuk impor, Dadang mengatakan bahwa Jawa Timur pada bulan Juli 2020 turun sebesar 10 persen dari data Juni 2020, yaitu dari 1,53 miliar dolar AS menjadi 1,38 miliar dolar AS. Hal ini disebabkan penurunan kinerja impor nonmigas yang lebih besar jika dibandingkan peningkatan kinerja impor migas.
Ia menyebutkan nilai impor nonmigas pada bulan Juli 2020 turun 13,38 persen dari data bulan sebelumnya, yaitu dari 1,40 miliar dolar AS menjadi 1,21 miliar dolar AS.
"Padahal, impor nonmigas ini menyumbang 87,81 persen atau tertinggi pada total impor Juli 2020," katanya.
Untuk neraca perdagangan Jawa Timur pada bulan Juli 2020, lanjut dia, mengalami surplus sebesar 195,40 juta dolar AS. Namun, secara kumulatif, selama Januari—Juli 2020, neraca perdagangan Jatim masih mengalami defisit 191,10 juta dolar AS.
Menanggapi kenaikan ekspor ini, Ketua Kamar Dagang dan Industri Jatim Adik Dwi Putranto mengakui hal ini adalah signal positif bagi Jawa Timur sebab kenaikan ini disebabkan banyaknya permintaan dari pihak luar sehingga perlu didorong untuk terus meningkat.
Menurut dia, beberapa variabel yang bisa menjadi pendorong untuk terhindar dari jurang resesi ekonomi, di antaranya adanya ekspor yang mulai naik, daya beli yang sudah tumbuh dan wisata yang mulai dibuka di beberapa tempat.
"Oleh karena itu, kenaikan ekspor ini diharapkan bisa menghindarkan ekonomi dari jurang resesi," katanya.