Rabu 19 Aug 2020 09:34 WIB

Menjelang 3 Tahun, Muslim Rohingya Terlunta di Pengungsian

Terdapat 79 kasus corona di kamp pengungsian.

Puluhan ribu pengungsi Rohingya memperingati tahun kedua peristiwa genosida Myanmar yang menyebabkan eksodus mereka di Kamp Kutupalong, Cox’s Bazar, Bangladesh, Ahad (25/8).
Foto: Rafiqur Rahman/Reuters
Puluhan ribu pengungsi Rohingya memperingati tahun kedua peristiwa genosida Myanmar yang menyebabkan eksodus mereka di Kamp Kutupalong, Cox’s Bazar, Bangladesh, Ahad (25/8).

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA – Sepekan lagi, tepatnya 25 Agustus mendatang, menandai tiga tahun eksodus 730 ribu Muslim Rohingya ke Bangladesh. Sebuah awal ratusan ribu Rohingya harus tinggal di kamp pengungsian dengan segala keterbatasannya.

Eksodus ini dipicu aksi serangan balasan militer Myanmar terhadap kelompok perlawanan Rohingya. Kelompok perlawanan menyerbu 30 pos polisi dan markas militer di Negara Bagian Rakhine. Setidaknya, 12 personel pasukan keamanan kehilangan nyawa.

Lalu, militer Myanmar merespons dengan menyapu seluruh wilayah yang dihuni Rohingnya. Akibatnya, 730 ribu warga harus meninggalkan rumah mereka di Rakhine, mengungsi ke Bangladesh. Hingga kini, mereka terlunta di kamp-kamp pengungsian.

Sebelumnya, 200 ribu Rohingya sudah berada di Bangladesh. Mereka lari ke negara tersebut juga akibat kekerasan yang dilakukan Pemerintah Myanmar.Para penyelidik PBB kemudian menyimpulkan, militer Myanmar melakukan tindakan genosida. Namun, Myanmar menyanggahnya dengan dalih, aksi militer mereka merupakan pemberantasan terhadap pemberontak.

Berikut, sejumlah fakta tentang kamp pengungsian yang dihuni Rohingya di Cox’s Bazar yang dilansir Reuters, Rabu (19/8), merujuk informasi badan pengungsi PBB, Pemerintah Bangladesh, dan International Organization for Migration.

Pertama, sebagian besar dari sekitar sejuta Rohingya di Bangladesh di lima kamp pengungsian. Setengah dari pengungsi itu adalah anak-anak. Terdapat lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki di kamp-kamp itu.

Kedua, lebih dari 700 ribu Rohingya tinggal di kamp pengungsian terbesar dan paling padat di dunia, Kutapalong. Area ini hanya seluas 13 kilometer persegi.

Ketiga, sekitar 131 ribu orang tinggal di Kamp Teknaf, sebelah selatan Kutapalong. Lebih dari 22 ribu orang di Kamp Unchiprang, sekira 22 ribu lainnya di Shamlapur, dan hampir 13 ribu di kamp terkecil, Chakmarkul.

Keempat, sebagian besar pengungsi tinggal di shelter terbuat dari bamboo dan lembaran plastik.Kelima, badan-badan PBB, lembaga kemanusiaan nasional dan internasional serta Pemerintah Bangladesh menyedian makanan, layanan kesehatan, dan faislitas dasar lainnya seperti toilet dan air minum untuk pengungsi.

Keenam, para pengungsi tak boleh bekerja dan tak bisa meninggalkan kampa tanpa izin Pemerintah Bangladesh.Ketujuh, Bangladesh akhir tahun lalu membatasi akses internet berkecepatan tinggi di kamp-kamp pengungsian Rohingya, dengan alasan keamanan nasional.

Kedelapan, Januari lalu, Bangladesh mengizinkan anak-anak Rohingya studi formal hingga umur 14 tahun dengan mengikuti kurikulum Myanmar. Mereka yang usianya di atas 14 tahun, mendapatkan pelatihan keterampilan.

Kesembilan, kasus corona pertama di kamp pengungsian Rohingya terdeteksi pada 14 Mei. Hingga 17 Agustus 2020, 79 kasus terkonfirmasi di antara para pengungsi, sebanyak enam di antaranya meninggal dunia.

sumber : reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement