Rabu 19 Aug 2020 11:46 WIB

WHO Peringatkan Bahaya Nasionalisme Vaksin

Nasionalisme berpotensi memperburuk pandemi dan merusak rantai pasokan global.

Rep: Lintar Satria/ Red: Dwi Murdaningsih
Dalam foto dari Russian Direct Investment Fund, (6/8), tampak vaksin baru dari Nikolai Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Moskow, Rusia. Negara Rusia, Selasa (11/8), mengumumkan menjadi negara pertama yang menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 untuk puluhan ribu warganya. Pengembangnan vaksin Rusia padahal dianggap belum selesai di level uji klinis.
Foto: Alexander Zemlianichenko Jr/ Russian Direct
Dalam foto dari Russian Direct Investment Fund, (6/8), tampak vaksin baru dari Nikolai Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Moskow, Rusia. Negara Rusia, Selasa (11/8), mengumumkan menjadi negara pertama yang menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 untuk puluhan ribu warganya. Pengembangnan vaksin Rusia padahal dianggap belum selesai di level uji klinis.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus meminta pemerintah di seluruh dunia berbagi suplai medis dalam upaya menanggulangi pandemi virus corona. Ia memperingatkan bahaya 'nasionalisme vaksin' Covid-19.

"Meskipun para pemimpin berharap dapat melindungi rakyat mereka terlebih dahulu, respons terhadap pandemi ini harus dilakukan secara kolektif," kata Tedros seperti dilansir dari Anadolu Agency, Rabu (19/8).

Baca Juga

WHO mencatat, sudah ada 25 kandidat vaksin yang masuk evaluasi klinis dan 139 dalam evaluasi pra-klinis. WHO mengatakan, sudah enam vaksin Covid-19 yang mencapai uji coba tahapan ketiga.

"Berbagi suplai yang terbatas secara strategis dan global sebenarnya kepentingan setiap negara, tidak ada yang aman hingga semua orang aman," kata Tedros.

Tiga vaksin yang sedang melalui uji coba tahap ketiga berasal dari China. Satu vaksin dikembangkan oleh perusahaan Inggris-Swedia yang bekerja sama dengan Oxford University. Sementara, dua vaksin lainnya dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan Amerika Serikat (AS).

WHO cukup berhati-hati dalam menanggapi pengumuman Rusia yang  bersiap menggelar vaksinasi massal Covid-19 pada bulan Oktober mendatang. WHO mengatakan, mereka pihak yang menetapkan pedoman produksi vaksin.

"Tidak ada satu negara pun yang memiliki akses ke semua penelitian dan pengembangan, manufaktur, dan rantai pasokan bahan dan obat, dan jika kami bekerja sama, kami dapat memastikan semua pekerja esensial terlindungi dan obat yang sudah teruji seperti deksametason tersedia bagi semua orang," kata Tedros.

Tedros menambahkan, setiap wabah penyakit baru memperlihatkan tantangan yang baru. Tapi dari sudut pandang logistik maka Covid-19 menjadi 'satu tantangan yang paling sulit' yang pernah WHO hadapi.  Di awal pandemi banyak negara yang membatasi ekspor Alat Pelindung Diri (APD).

"Nasionalisme pasokan (medis) memperburuk pandemi dan berkontribusi pada kegagalan total rantai pasokan global," kata Tedros.

Artinya dalam suatu periode tertentu sejumlah negara tidak memiliki pasokan medis penting. Seperti peralatan penting yang seharusnya digunakan petugas medis saat meningkatnya jumlah kasus infeksi. 

"Pelajaran penting yang dipetik dari distribusi pasokan ini akan menjadi sangat penting karena kami berupaya memastikan rantai pasokan dan sistem kami diasah," tambah Tedros.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement