REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dessy Suciati Saputri, M Nursyamsi
Presiden RI Joko Widodo memberikan bantuan modal kerja senilai Rp 2,4 juta per orang, kepada perwakilan para pedagang kecil, di halaman tengah Istana Negara, Rabu (19/8). Presiden menyampaikan bahwa bantuan yang diberikan tersebut merupakan modal kerja darurat berupa Bantuan Presiden (Banpres) Produktif.
"Jadi pemerintah nanti, minggu depan akan membagikan yang namanya modal kerja darurat, namanya banpres produktif kepada 9,1 juta pengusaha kecil dan mikro, untuk tambahan modal kerja," kata Presiden kepada para pedagang penerima bantuan modal kerja itu.
Presiden mengatakan pedagang atau pengusaha kecil yang hadir di halaman tengah Istana mewakili 9,1 juta pedagang/pengusaha mikro dan kecil yang pada pekan depan akan menerima bantuan serupa. "Bapak dan ibu semuanya kita undang di sini, ini mengawali terlebih dahulu sebelum nanti pembukaan besarnya nanti di minggu depan, untuk yang 9,1 juta pengusaha di Tanah Air akan dikirim lewat transfer semuanya," ujar Presiden.
Jumlah bantuan yang diberikan senilai Rp 2,4 juta. Presiden mengaku akan memastikan bantuan yang diberikan benar-benar digunakan untuk modal kerja.
Presiden mengatakan dalam masa pandemi tidak hanya pedagang mikro dan kecil yang merasakan kesulitan, melainkan juga pedagang menengah dan besar. Oleh karena itu Presiden mengajak semua pihak bekerja lebih keras lagi agar dapat kembali ke situasi normal.
"Virus corona ini ada di semua negara, di 215 negara. Ini sebuah cobaan dan ujian kita bersama. Tetapi saya meyakini kalau kita kerja keras, kita bisa lepas dari ujian dan cobaan yang diberikan kepada kita semua," ujar Presiden.
Pekan lalu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan pemerintah menyiapkan total anggaran Rp 22 triliun untuk menyalurkan program bantuan ini kepada 12 juta pelaku usaha mikro. Penyaluran dana pada tahap awal dilakukan bagi 9,1 juta pedagang kecil.
Saat ini data yang sudah terkumpul yakni sebanyak 17 juta pelaku usaha mikro yang bersumber dari koperasi, kepala dinas di berbagai daerah, OJK, bank wakaf mikro, UMKM, dan lainnya. Selanjutnya, Kementerian Koperasi dan UKM dan Kementerian Keuangan serta OJK akan melakukan verifikasi dan validasi data.
“Jadi kami ingin mengajak kepada pelaku usaha mikro yang belum mendapatkan pembiayaan modal kerja dan investasi dari perbankan untuk ikut aktif mendaftarkan diri melalui dinas koperasi terdekat,” ujar Teten, Rabu (12/8).
Teten mengatakan, program bantuan ini akan mendapatkan pengawasan dari berbagai pihak sehingga bantuan yang disalurkan tepat sasaran dan juga tepat waktu. Diharapkan dengan bantuan ini, pelaku usaha mikro pun dapat produktif kembali.
Pelaku usaha mikro yang mendapatkan bantuan harus memenuhi kriteria yakni salah satunya belum pernah atau sedang menerima pinjaman dari perbankan. Dana bantuan akan langsung ditransfer ke rekening penerima.
Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin menambahkan, bantuan produktif untuk usaha mikro ini bersifat dana hibah, bukan pinjaman. “Bantuan produktif untuk usaha mikro atau UMKM. Pagunya sekitar Rp 22 triliun dan program ini sifatnya hibah, bukan pinjaman,” kata dia.
Rumah tangga di Indonesia terutama yang mengandalkan pendapatan dari wirausaha relatif mengalami dampak yang lebih besar akibat pandemi Covid-19, menurut survei yang dilakukan Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI). "Terjadi pergeseran pola konsumsi namun tidak mengikuti pola konsumsi secara umum karena secara global cenderung menurun, mengingat baik rumah tangga pekerja dan rumah tangga usaha mengalami penurunan pendapatan," kata Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Dr. Agus Eko Nugroho S.E. M.Econ dalam konferensi pers virtual, Rabu (19/8).
Dalam survei daring dampak Covid-19 terkait ekonomi rumah tangga yang dilakukan pada 10-31 Juli 2020 terhadap 1.548 sampel di 32 provinsi, P2E LIPI membagi rumah tangga menjadi dua tipe yaitu yang memiliki pencari nafkah utama sebagai pegawai atau pekerja (79,7 persen) dan wirausaha (20,3 persen).
Survei itu menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga pekerja sebesar 78 persen tetap bekerja atau menjalankan usaha seperti biasa, atau lebih tinggi dibandingkan rumah tangga usaha yang hanya 48 persen. Sementara itu, sebanyak 17 persen rumah tangga pekerja masih memiliki pekerjaan meski saat ini tengah dirumahkan sementara. Di rumah tangga usaha terdapat sembilan persen yang memiliki kondisi tersebut.
Sekitar 22 persen dari pencari nafkah utama di rumah tangga usaha kini tidak bekerja tapi baru mulai menjalankan usaha, lebih besar dibandingkan dua persen di rumah tangga pekerja. Survei itu juga menunjukkan 21 persen dari rumah tangga usaha kini tidak bekerja atau tidak sedang melakukan usaha apapun, lebih besar dibandingkan angka tiga persen di rumah tangga pekerja.
Menurut Agus, hampir seluruh kelas rumah tangga usaha terdampak pendapatannya akibat pandemi Covid-19. Rumah tangga pekerja kelas pendapatan yang paling terdampak adalah dengan upah kurang dari Rp 3 juta.
Selain itu, semakin tinggi kelas pendapatan di rumah tangga pekerja maka semakin sedikit yang mengaku mengalami penurunan pendapatan.
Di rumah tangga usaha, sebanyak 92,73 persen dengan pendapatan di bawah Rp 1,5 juta mengaku pendapatannya menurun. Begitu juga dengan 89,23 persen di kelas pendapatan Rp 1,6 juta-3 juta.
Dibandingkan dengan rumah tangga pekerja, sebanyak 85 persen dengan upah di bawah Rp 1,5 juta mengaku pendapatannya menurun dan 65,52 persen dengan upah Rp 1,6 juta-3 juta juga mengalami hal yang sama.
"Harus kita sadari bahwa upaya luar biasa harus kita lakukan untuk mendongkrak ekspektasi konsumsi," tegas Agus.
Beberapa rekomendasi dari LIPI seperti memfasilitasi rumah tangga yang memiliki pendapatan tetap dan stabil untuk memiliki keinginan konsumsi, perlunya pemerintah memperhatikan skema keuangan negara yang lebih fleksibel di masa pandemi. Serta mendorong aktivitas masyarakat dengan tetap memperhatikan pemahaman serta penerapan protokol kesehatan.
Selain itu, perlu dilakukan juga bias informasi yang dapat mengakibatkan pesimisme untuk melakukan aktivitas ekonomi, memperkuat solidaritas sosial secara masif dan berkelanjutan serta kebijakan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga usaha memerlukan variasi dan fleksibilitas.
Selain melakukan penanganan Covid-19 dari sisi kesehatan, pemerintah juga tidak mengabaikan aspek penanganan ekonomi. Pemerintah terus menyalurkan bantuan produktif mengingat daya beli masyarakat sangat terpuruk serta melakukan perbaikan stimulus ekonomi yang diharapkan industri seperti perdagangan, investasi, pariwisata pada pertengahan 2021 sampai 2022 bisa bangkit 100 persen seperti sebelum terjadinya Covid-19.
Menteri BUMN sekaligus Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Erick Thohir mengungkap sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah. Mulai dari menugaskan BUMN seperti PNM, Pegadaian, BRI menunda bunga untuk usaha mikro dan UKM; bantuan subsidi untuk pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta, hingga bantuan untuk prakerja. Erick menyampaikan pemerintah juga telah memperpanjang subsidi listrik untuk 450 VA dan 900 VA yang diskon 50 persen sampai Desember.
Ia menambahkan, pemerintah juga memikirkan akselerasi ekonomi sumber daya alam dengan tidak lagi bahan baku mentah ke Eropa. Erick menyebut kebijakan ini mendapat kritikan dari Eropa.
"Karena itu kemarin Eropa marah dengan Indonesia. Ingin juga memberikan sanksi perdagangan, tapi kita lillahi ta'ala saja, kita jalan saja karena kita negara kaya yang punya sumber daya alam, seperti kelapa sawit kita jadikan B-30. Alhamdulillah berjalan baik," kata Erick.
Lalu ada kebijakan baru untuk UMKM. Erick mengatakan proyek BUMN yang berada di bawah Rp 14 miliar akan diberikan kepada UMKM. Erick berharap kebijakan tersebut dapat membantu UMKM.
"InsyaAllah 17 Agustus ini akan melaunching program yang mana capex BUMN kita tidak mau lagi yang Rp 250 juta sampai Rp 14 miliar ini diambil sama BUMN juga. Jadi saya sudah mengeluarkan peraturan menteri, BUMN tidak boleh saling tender. Ini kita prioritaskan untuk UMKM," ungkap Erick, Rabu (12/8)
Erick menyebut sudah ada sembilan BUMN yang siap melakukan program tersebut. Jumlah BUMN akan terus ditingkatkan hingga 30 BUMN pada tahun depan. Erick mengatakan apabila seluruh BUMN terlibat maka capex dalam setahun untuk UMKM mampu mencapai Rp 18 triliun.
"Kita harapkan dengan tadi, kalau seluruh BUMN berjalan, nanti kurang lebih setahun itu capex-nya Rp 18 triliun lebih. Ini saya rasa cukup besar untuk keberpihakan kepada UMKM," ucap Erick.
Erick memerinci delapan kelompok belanja program ini meliputi material kontruksi, pengadaan sewa peralatan mesin, jasa konstruksi renovasi, jasa perawatan dan mesin, jasa ekspedisi dan pengepakan, jasa advertising, pengadaan penyewaan furnitur, katering dan snack.
"Yang menarik nanti para pemenangnya ini juga bisa dibantukan pendanaan dari Bank Himbara, yaitu yang utama BRI untuk mendukung program ini. Jadi mereka sudah dapat kontrak, sudah ada kepastian pembayaran, nah nanti BRI mem-backup," kata Erick menambahkan.