REPUBLIKA.CO.ID, Hubungan Pakistan dan Arab Saudi saat ini ibarat benci tapi rindu. Pakistan keras memprotes kepemimpinan Saudi di dunia Islam yang menghiraukan masalah Kashmir. Di sisi lain, Pakistan menerima manfaat bantuan dana dari Saudi.
Pengamat hubungan internasional dari lembaga nonprofit South Asia Analysis Group (SAAG) Subhash Kapila punya pendapat mengenai hubungan Pakistan, Arab Saudi dan dunia Islam. Alumnus Royal British Army Staff College Camberley memandang Pakistan berpotensi memecah Islam dengan menciptakan blok negara Islam baru non-Arab. Berikut ini tulisan opini Kapila dilansir dari Euroasia pada Selasa (17/8) :
Pakistan pada Hari Kemerdekaannya 14 Agustus, dengan karakteristik untuk bertindak jauh di atas bobot geopolitiknya, secara langsung mengancam Arab Saudi dalam Organisasi Negara-negara Islam (OKI).
Pakistan mengancam jika tidak mengadakan Pertemuan Menteri Luar Negeri OKI di Kashmir, maka akan mengadakan pertemuan yang sama dengan negara-negara Muslim Non-Arab.
Ancaman Menteri Luar Negeri Pakistan untuk mengadakan Pertemuan Menteri Luar Negeri OKI tentang Kashmir terkesan buru-buru. Ini sejalan dengan negara-negara Islam Non-Arab, Turki dan Malaysia yang saat ini bersekongkol dengan Pakistan termasuk menyuarakan sikap Pakistan tentang Kashmir. Blok Pakistan-Turki-Malaysia (PTM) yang dipelopori Pakistan perlu diperhatikan Dunia Islam sebagai langkah memecah belah persatuan Umat Islam. Perpecahan ini kian berat terasa karena Muslim telah dibelah persaingan sektarian Islam dan pergolakan kekuatan regional geopolitik.
Haruskah perkembangan ini menjadi perhatian diplomatik ke India? India tidak perlu khawatir kecuali sejauh mempertahankan perkembangan lebih lanjut PTM terutama di Kashmir dan mencegah kerusakan politik PTM pada campur tangan terkait Kashmir dan terkait Islam untuk mempermalukan India.
Upaya berbahaya Pakistan untuk memecah Dunia Islam bukan pada perpecahan sektarian Sunni-Syiah tetapi pada etnis Islam di negara-negara Arab Islam dan Non-Arab menunjukkan sejauh mana Pakistan dapat membungkuk dalam mengejar tujuan politik kontroversialnya yang berpusat pada India.
Pembaca tetap SAAG Papers saya akan mengingat bahwa pada Februari 2020 lalu saya telah menunjukkan upaya berbahaya Pakistan untuk membentuk Kelompok Negara Islam Non-Arab Muslim untuk melawan dominasi Arab di OKI. Mengikuti Makalah saya, beberapa pekan kemudian seorang kolumnis Israel keluar dengan kolom di koran Israel pada baris yang sama tetapi dengan Iran juga ditambahkan ke Blok PTM.
Pengelompokan tambahan itu memiliki kontradiksi yang melekat karena meskipun Iran mungkin negara Islam Non-Arab tetapi tidak dapat dilupakan bahwa Iran adalah negara Syiah Islam dan perpecahan Sunni-Syiah yang hampir tidak dapat dijembatani.
Blok PTM hanya terdiri dari negara-negara Sunni. Saya melakukan analisis rinci tentang dorongan munculnya Blok Islam PTM, preferensi Blok PTM saat ini terhadap China dibandingkan dengan Amerika Serikat dan penilaian prediktif tentang umur panjang Blok PTM.
Oleh karena itu, tanpa mengulang kembali analisis makalah yang dikutip di atas, makalah ini akan membatasi dirinya pada analisis faktor-faktor yang berperan dalam ancaman Pakistan saat ini terhadap Arab Saudi.
Tak perlu dikatakan bahwa pernyataan seperti itu oleh Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi sangat sembrono ketika kelangsungan ekonomi Pakistan bergantung pada sumbangan keuangan Arab Saudi dan dari negara-negara Arab Muslim lainnya.
Ancaman Pakistan ditegaskan secara terbuka oleh Menteri Luar Negeri Qureshi yang sangat terganggu oleh keengganan Arab Saudi untuk memberikan Pakistan forum untuk menghukum India atas masalah Kashmir.
Secara kontekstual, perlu diingat bahwa PM Malaysia Mahathir telah mengadakan Pertemuan PTM di Kuala Lumpur beberapa bulan lalu di mana PM Pakistan Imran Khan mundur untuk hadir setelah secara aktif mendukung Pertemuan itu. Mundurnya Imran di bawah tekanan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Sultan.
Segera setelah ancaman Pakistan ini, dua perkembangan signifikan telah terjadi. Dampak pertama dari ancaman Pakistan adalah Saudi memaksa Pakistan segera membayar 1 miliar dolar Amerika Serikat dari pinjaman 3 miliar dolar Amerika SErikat. Perlu diingat bahwa Arab Saudi telah memperpanjang pinjaman 3 miliar dolar Amerika SErikat ke Pakistan setahun atau lebih dan kredit 3 miliar dolar Amerika Serikat untuk pasokan minyak bersubsidi.
Dampak kedua yang muncul bahwa Jenderal COAS Angkatan Darat Pakistan, Bajwa, bergegas mengunjungi Arab Saudi untuk meredakan kemarahan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Sultan akibat ancaman Pakistan terhadap kepemimpinan Saudi di Dunia Islam. Pada saat penulisan ini, juru bicara resmi Angkatan Darat Pakistan telah menegaskan kembali bahwa Arab Saudi menikmati sentralitas dalam hubungan dengan Pakistan.
Lobi oleh Panglima Angkatan Darat Pakistan tidak dapat membatalkan kekesalan Arab Saudi yang merasa ditantang kepemimpinannya di Dunia Islam. Pakistan pada tahun-tahun sebelumnya memendam ilusi megah bahwa dengan Tentara Islamis Pakistan yang sangat besar dan sebagai satu-satunya Negara Islam dengan senjata nuklir, Pakistan sangat memenuhi syarat untuk memimpin dunia Islam.
Mitos itu dihancurkan kerapuhan ekonomi Pakistan dan sebutan meragukan Pakistan sebagai 'Negara Gagal' selalu melayang di atas kepala Pakistan. Terlepas dari hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, ilusi Pakistan masih bertahan di antara sebagian besar politisi yang lebih terburu-buru dan terutama pada orang-orang seperti Menteri Luar Negeri Qureshi yang menganggap dirinya segera mengisi jabatan Perdana Menteri Pakistan.
Bagaimanapun, yang perlu dianalisis adalah dorongan mendasar yang mendorong Pakistan untuk menantang kepemimpinan tradisional Arab Saudi di Dunia Islam yang diwakili OKI. Perlu dinyatakan hal-hal tersebut di atas muncul dari status signifikan Arab Saudi yang unik sebagai 'Penjaga Tempat-tempat Suci Islam' dan juga sumber daya keuangan yang sangat besar yang mendukung status kepemimpinan Arab Saudi.
Menteri Luar Negeri Pakistan Qureshi yang lebih terkenal karena keangkuhannya yang arogan daripada kehati-hatian tidak akan berani melewati 'garis merah' dalam hal kritik resmi Arab Saudi atas kemauannya sendiri.
Jika ancaman Menteri Luar Negeri Pakistan terhadap Arab Saudi adalah rasa frustrasi pribadi karena Saudi menunda desakan Pakistan untuk mengadakan Pertemuan OKI di Kashmir, maka orang dapat memperkirakan pemecatan Menteri Luar Negeri dalam waktu dekat. Panglima Angkatan Darat Pakistan mungkin bisa merasakan tindakan ini meredakan kemarahan Arab Saudi terhadap Pakistan.
Terlihat, tidak muncul kebencian publik di antara massa Pakistan terhadap keengganan Arab Saudi untuk menyetujui seruan kepemimpinan politik Pakistan untuk segera mengadakan Pertemuan OKI yang menyoroti masalah Kashmir.
Dalam benak publik Pakistan yang didominasi oleh para Mullah Islam konservatif yang bertahan hidup dengan dana dari badan amal Arab Saudi dan hampir dua juta atau lebih ekspatriat Pakistan dari segmen ekonomi lemah Pakistan yang mencari peruntungan di Arab Saudi, kebencian terhadap Arab Saudi seperti yang ditegaskan Menteri Luar Negeri Pakistan Qureshi tak akan terjadi.
Sumber: https://www.eurasiareview.com/17082020-pakistan-threatens-to-divide-the-islamic-world-analysis/