REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Semasa hidup dan sepeninggal Rasulullah SAW, para keluarga (ahlu bait) dan mawali ahlu bait tidak pernah kekurangan nafkah. Rasulullah kian mencukupi kebutuhan rumah tangganya, istri-istrinya, dan keturunannya meski nafkah tersebut bersifat khusus alias berbeda dari nafkah-nafkah rumah tangga lainnya.
Dalam buku Harta Nabi karya Abdul Fattah As-Saman dijelaskan, nafkah yang diberikan Rasulullah SAW kepada keluarganya bersifat khusus. Yang demikian terjadi lantaran faktor-faktor yang menyertainya.
Pertama, tidak boleh memberi makan ahlu bait dan mawali ahlu bait Rasulullah dari harta zakat dan harta sedekah. Sebab Rasulullah pernah mengatakan bahwa sesungguhnya shadaqah tidaklah halal baginya dan bagi keluarganya.
Kedua, bagi istri-istri Rasulullah tidak diperkenankan menikah lagi setelah Rasulullah meninggal. Dan untuk itu, tidak ada yang boleh memberi nafkah kepada istri-istri Nabi sepeninggal beliau.
Untuk dapat memenuhi nafkah para istrinya tersebut, Raulullah meninggalkan beberapa tanah wakaf yang tidak diperjual-belikan. Tanah wakaf itu ditanami lalu dipanen dan sebagian dari hasil panennya dialokasikan khusus untuk ahlu bait.